Kebijakan Satu Peta Sudah Tertuang di Konsep "Bank Tanah"
VALORAnews - Proses perencanaan untuk kelanjutan pembangunan yang berkesinambungan khususnya terhadap penataan ruang di daerah, cenderung tidak satu arah. Situasi ini dinilai terjadi akibat tidak adanya sinkronisasi terhadap format data serta pemetaan di masing-masing instansi atau lembaga pemerintahan.
Hal itu diutarakan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, ketika mengikuti sesi dialog tanya-jawab bersama perangkat kecamatan, nagari dan para tokoh masyarakat di Masjid Muslimin, Nagari Pangkalan, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Rabu (14/6/2017) malam.
Kedatangan Ferizal ke Nagari Pangkalan, dalam rangka mengikuti kegiatan Tim Safari Ramadhan. Selain wabup selaku ketua Tim II, turut hadir sejumlah pejabat seperti sekretaris Dinas PU dan Penataan Ruang, Yulianto, Camat Pangkalan Koto Baru, Kasubag Humas, Marjohan, Kasi Trantib Satpol PP, Adriwan, Kabid Perikanan hingga para staf Kesra dan Humas.
Di hadapan para jemaah, Ferizal memaparkan, timbulnya konflik pemanfaatan lahan baik untuk pembangunan infrastuktur/fasilitas umum, maupun persoalan tanah ulayat di nagari lebih disebabkan tidak adanya basis data atau peta Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang sama di instansi pemerintah sebagai acuan penetapan status dan perizinan lahan.
Baca juga: Ranperda RPJPD 2025-2045 masih di Kemenkuham, DPRD Limapuluh Kota Konsultasi ke DPRD Sumbar
"Untuk itu, dengan sudah ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta oleh pemerintah pusat, OPD kita maupun pemerintah nagari, seyogianya sudah harus menindaklanjutinya dengan melakukan pemetaan ulang," terang Ferizal.
Penetapan Perpres tersebut, katanya, dimaksudkan sebagai upaya penyelesaian konflik pemanfaatan ruang dalam rangka mendorong penggunaan IGT. Kebijakan satu peta sangat berguna khususnya untuk penyelesaian konflik pemanfatan lahan, termasuk tanah ulayat.
Di Limapuluh Kota, tambah Ferizal, persoalan konflik lahan cukup banyak terjadi karena situasi sistem pendataan yang ego sektoral. Semisal, antara pemerintah dengan swasta, masyarakat umum, maupun kaum adat. Pembangunan fasilitas umum untuk kebutuhan umum juga kerap bersentuhan dengan lahan masyarakat maupun tanah ulayat.
Ferizal mengaku, konsep penjaminan ketersediaan tanah/lahan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat yang diamanatkan oleh PP No 9 tahun 2016, sebenarnya sudah tertuang di dalam visi-misi ketika pencalonan pasangan kepala daerah Irfendi Arbi-Ferizal Ridwan, yakni terkait konsep 'Bank Tanah'.
Baca juga: Gubernur Sumbar Minta Wali Nagari Gunung Malintang Buat Laporan Detail Alek Bakajang, Ini Sebabnya
"Perlu saya jelaskan, bahwa 'Bank Tanah' itu adalah sebuah konsep kebijakan guna memastikan ketersediaan tanah buat pembangunan. Karena konsep ini sejalan dengan UU No 5 Tahun 1990 tentang Agraria, dimana ketersediaan lahan lebih diprioritaskan bagi kesejahteraan masyarakat," katanya.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Wakanda Taram; Potret Objek Wisata Berbasis CBT di Sumatera Barat, Beromset Rp2 Miliar per Tahun
- Supardi; Nagari Maek Potensi jadi Destinasi Wisata Minat Khusus
- Festival Maek Hadirkan Peneliti Asing, Supardi: Kabut Peradaban Megalitik Maek harus Disibak
- Bukit dengan Tebing Berlubang, Hanya Ada Dua di Dunia, Nagari Maek dan Tianmen
- Gubernur Sumbar Minta Wali Nagari Gunung Malintang Buat Laporan Detail Alek Bakajang, Ini Sebabnya