LKAAM Lareh Sago Halaban Rancang Buku Adat Salingka Nagari

Senin, 18 September 2017, 23:41 WIB | Wisata | Kab. Lima Puluh Kota
LKAAM Lareh Sago Halaban Rancang Buku Adat Salingka Nagari
Wakil Bupati, Ferizal Ridwan, didampingi Camat Lareh Sago Halaban, membuka kegiatan pelatihan dan sosialisasi Adat Salingka Nagari di kantor Camat LSH, Senin (18/9/2017). (humas)
VISI MISI CALON GUBERNUR SUMBAR PILKADA SERENTAK 2024

VALORAnews - Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kecamatan Lareh Sago Halaban, bakal menerbitkan sebuah buku yang memuat berbagai ketentuan terkait 'Adat Salingka Nagari'. Buku tersebut nantinya, akan menjadi bahan sosialisasi terhadap kearifan lokal masyarakat terutama ketentuan hidup di nagari nan beradat.

Hal tersebut terungkap dalam sosialisasi dan pelatihan Adat Salingka Nagari yang dihadiri puluhan pemangku adat/niniak mamak se-Kecamatan Lareh Sago Halaban, Senin (18/9/2017). Turut hadir membuka kegiatan itu, Wakil Bupati Ferizal Ridwan, didampingi Camat LSH, Elvi Zain.

Menurut Ferizal, penerbitan buku tentang tatanan Adat Salingka Nagari, mestinya didukung oleh seluruh stake holder di unsur pemerintahan hingga kalangan masyarakat. Terutama para wali nagari yang menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat nagari.

"Kita rindu peran niniak-mamak di pemerintahan. Seyogianya, pemerintah daerah, kecamatan dan nagari dalam membuat kebijakan atau program bagi masyarakat, musti melibatkan niniak mamak sebagai pemimpin kaum. Sebab, apabila jajaran pemerintah, tidak bersinergi dengan pemangku adat maka, pemerintah itu cenderung gagal," kata Ferizal dalam sambutannya.

Baca juga: Ranperda RPJPD 2025-2045 masih di Kemenkuham, DPRD Limapuluh Kota Konsultasi ke DPRD Sumbar

Seperti halnya dalam penetapan peraturan daerah atau peraturan nagari, lanjutnya, peran niniak-mamak selaku pemangku adat sangat dibutuhkan. Saat ini sangat banyak persoalan yang timbul di masyarakat, disebabkan karena sudah mulai tidak diterapkannya tatanan hidup yang ber-adat di masyarakat nagari.

Padahal, sistem adat, sudah dipakai oleh masyarakat Minangkabau sejak ratusan tahun lamanya, sementara sistim pemerintahan baru berusia selama 70 tahun. Oleh sebab itu, akan lebih baik, apabila hukum dan sistim yang dibuat pada pemerintahan diperkuat oleh hukum adat yang ada di suatu daerah.

Ia mencontohkan, seperti halnya persoalan tanah ulayat yang terjadi di Nagari Pilubang, serta beberapa kawasan lain yang menimbulkan konflik di tengah masyarakat dan kaum. Itu disebabkan karena tidak jelasnya aturan serta penetapan batas-batas wilayah atau tanah ulayat, sehingga menimbulkan kerancuan dalam pegangan hukum.

"Seperti halnya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, di sana mengamanatkan jika sebuah Desa/Nagari harus mempunyai ketentuan batas wilayah. Sementara, tanah ulayat milik kaum di sebuah Desa/Nagari tidak sepenuhnya milik kaum di Desa/Nagari di tempat tinggalnya. Secara administratif pemerintahan ini sudah rancu," sebut Ferizal.

Baca juga: Gubernur Sumbar Minta Wali Nagari Gunung Malintang Buat Laporan Detail Alek Bakajang, Ini Sebabnya

Untuk itu, Ferizal meminta seluruh Niniak Mamak atau pemangku adat di nagari dapat berperan memberikan solusi untuk ketentraman hidup bermasyarakat. Seperti misalnya, memberikan usulan terhadap pemanfaatan dan penyelesaian sengketa lahan ulayat, yang nantinya bisa ditelorkan menjadi peraturan nagari.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan:
IKLAN NOMOR URUT CALON WALI KOTA DAN WAKIL WALI KOTA PADANG 2024