Burung Kuntul Resahkan Warga Batusangkar, Wilson: Mereka Bukan Hama

Selasa, 05 Maret 2019, 18:46 WIB | Wisata | Kab. Tanah Datar
Burung Kuntul Resahkan Warga Batusangkar, Wilson: Mereka Bukan Hama
Diskusi Pagi di Pasar Van Der Capellen, Kota Batusangkar, Ahad (3/3/2019) mengupas keberadaan Burung Kuntul. Kegiatan ini dipandu Direktur Walhi, Uslaini dengan menghadirkan akademisi Universitas Andalas, Wilson Novarino, Camat Limo Kaum Afrizal, Kepala P

VALORAnews - Burung kuntul di Kota Batusangkar dalam selang waktu terakhir jadi polemikPopulasi burung yang makin banyak, membuat masyarakat terganggu dengan kotoran dan bau. Di sisi lain, burung kuntul tidak boleh diganggu, karena berada dalam kawasan Cagar Alam Baringin Sakti.

Walau mengganggu, keberadaan Burung Kuntul juga menyimpan potensi yang bisa jadi keunggulan Kabupaten Tanahdatar.

Hal diatas dibahas dalam Diskusi Pagi di Pasar Van Der Capellen, Kota Batusangkar, Ahad (3/3/2019). Kegiatan ini dipandu Direktur Walhi, Uslaini. Menghadirkan akademisi Universitas Andalas, Wilson Novarino, Camat Limo Kaum Afrizal, Kepala Perwakilan kabarsumbar.com, Aldoris dan Direktur PBHI Sumbar, Wengki Purwanto.

Di awal diskusi, Afrizal memaparkan, aroma kotoran burung bangau menganggu kenyamanan dari aroma dan kotoran yang jatuh. Dikhawatirkan, akan membawa virus flu burung karena tidak bisa dikontrol populasi dan keberadaannya. Kotorannya juga mengotori lingkungan dan mobil yang parkir di bawah pohon.

Baca juga: Ternak Burung Puyuh Untung Rp3,4 Juta Sehari! Ternyata Rincian Modal Usahanya Cuma Segini

"Jadi malu kita sama pengunjung kota yang tidak tahu di atas beringin ada burung bangau," ujar pria murah senyum ini.

Di sisi lain, masyarakat seputaran Batusangkar khususnya di Kecamatan Sungai Tarab dan Sungayang tidak bisa lagi melakukan minapadi dengan melepas bibit ikan ke sawah. Sebab petani khawatir ikannya dimakan bangau.

Sedangkan Aldoris, perwakilan kabarsumbar.com di Tanah Datar yang tinggal di kawasan Baringin menceritakan, dia dan keluarganya tinggal di sekitar habitat burung bangau. Dia merasa terganggu dengan keberadaan burung kuntul tersebut.

"Tahun 2014, anak saya terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) hingga meninggal dunia. Saya menduga polusi yang disebabkan bangau ini salah satu pemicunya. Kalau memang burung kuntul ini tidak boleh diganggu, pihak terkait harusnya mencarikan solusi bagaimana burung ini bisa tetap terlindungi, namun juga tidak mengganggu masyarakat," ujarnya.

Baca juga: Omzet Sehari Tembus Rp4 Juta, Ide Usaha Ternak Burung Puyuh Patut Dicoba, Ini Tipsnya!

Akademisi Unand, Wilson Novarino menceritakan, pada 1993 saat dia melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Tanahdatar, setiap Minggu dirinya berkumpul bersama teman-teman di kawasan Cagar Alam Baringin Sakti.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: