Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul Fahmi)
*Zaiyardam Zubir
SEWAKTU saya teleponan sama Fahmi, membahas kemenangannya di PTUN, hal yang pertama yang saya tanyakan adalah bagaimana tanggapan si Fat (istri beliau).
Dengan ringan Fahmi menjawab; “amak awak puasa 3 hari untuk kemenangan awak. Namun setelah memenangkan perkara, amak awak melarang awak untuk tidak lagi menjadi wakil Rektor.”
Astagfirullah.
Permintaan suci dari seorang ibu, yang anaknya disakiti, anaknya dizalimi.
Astagafirullah.
Mahabesar engkau ya Allah.
Lantas si Fat bagaimana ? “Si Fat, juga tidak setuju awak jadi WR lagi,” kata Fahmi.
Permintaan dari seorang istri yang sangat sangat merasakan bagaimana mental suaminya down, karena perebutan kekuasaan yang tidak adil, yang tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh orang-orang berilmu tinggi, tetapi diragukan moral dan ahlaknya.
Kalau sikap Bung Fahmi sendiri?
Jauh hari Fahmi sudah sampaikan, bahwa PTUN bagi dirinya bukan dalam rangka merebut kekuasaan, akan tetapi untuk mencari keadilan dan kebenaran dari kasus yang menimpa dirinya.
Dari awal-awal diberhentikan, Bung Fahmi sudah menyatakan bahwa kalau menang, tidak akan kembali menduduki jabatan itu.
*Pendidik
Opini Terkait
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi