Burung Kuntul Resahkan Warga Batusangkar, Wilson: Mereka Bukan Hama
"Belum ada ada burung kuntul di sana. Tahun 2008 saat saya kembali lagi setelah pulang sekolah di luar sudah ada burung kuntul di sana," ujar doktor di bidang Biologi itu.
Namun, Wilson memaparkan, selain dampak buruk juga ada potensi di kawasan Cagar Alam Baringin Sakti. Salah satunya seperti di Ketingan Yogyakarta dan di Sorondol (Surabaya). Kawasan di atas saat ini diubah sebagai destinasi wisata.
Juga ada simbiosis mutualisme antara petani dengan burung kuntul. Dimana justru burung kuntul menjadi sahabat petani. Sebab, jika petani membajak sawah, maka burung kuntul akan datang memakan hama dan serangga yang akan menganggu tanaman petani.
Baca juga: Omzet Sehari Tembus Rp4 Juta, Ide Usaha Ternak Burung Puyuh Patut Dicoba, Ini Tipsnya!
"Baru sekarang burung kuntul dianggap hama," ujar doktor jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Dia memaparkan, perubahan standar itu tidak hanya dialami oleh burung kuntul, dulu harimau juga begitu. Dia diagungkan oleh masyarakat Minangkabau. Jika ada pesilat mau lulus belajar silat dia harus melawan harimau dulu sehingga dia mendapat jurus Silek Harimau tapi sekarang Harimau dianggap hama.
"Filosofi kita dari alam takambang jadi guru, perlu kita lihat lagi. Pasti ada manfaat baik dari keberadaan burung kuntul di Batusangkar," ulasnya.
"Soal Cagar Alam Beringin Sakti, kenapa dia ditetapkan sebagai Cagar Alam, tentu ada sesuatu yang menjadi dasarnya. Jika melihat jenis baringinnya, jenisnya sama dengan jenis baringin lainnya. Tanah Datar sebagai Luhak Nan Tuo meyakini bahwa pohon Baringin Sakti itu ada Tungkek Datuk Parpatih Nan Sabatang. Jika Baringin Sakti itu punya nilai budaya sebesar itu semestinya harus kita jaga dan lindungi Bersama," imbuhnya.
Sementara Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sumbar, Wengki Purwanto mengkaji dari segi perundang-undangan. Menurutnya, Dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Disana jelas bahwa tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat.
"Selain itu saat ini Indonesia menganut prinsip pembangunan SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan, dimana yang diatur di sana termasuk soal keberlanjutan sumberdaya alam hayati kita," ulas pria asal Lintau ini.
Menurutnya, perlu kita pahami bahwa UU itu dibuat oleh manusia untuk kepentingan manusia dan jika disana juga diatur soal makhluk lainnya tentu mempertimbangkan kepentingan manusia, tidak hanya hari ini tapi juga manusia dimasa mendatang.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Fadli Zon Resmikan Museum Sastra Indonesia di Aia Angek, Ini Kata Plt Gubernur Sumbar
- Akhir Pekan Kemana? Yuk Berwisata ke 6 Tempat Liburan di Tanah Datar, Sumbar
- Festival Adat Salingka Nagari Pagaruyung Digelar Dua Hari, Ini Dampaknya Bagi Warga
- Situmbuak Art and Culture Festival Sukses, Arkadius: Jadikan Berkelanjutan dengan Pembinaan Pemkab
- Supardi: Pengelolaan Pariwisata Berbasis Budaya Sumbar belum Secanggih Bali dan Yogyakarta
BWA Salurkan Wakaf 20 Ribu Mushaf Al Quran di Tanah Datar
Kab. Tanah Datar - 13 September 2024
Gubernur Sumbar Salurkan 650 Paket PDRP di Rambatan
Kab. Tanah Datar - 23 Agustus 2024