Harmonisasi Islam dan Budaya di Era Milenial Dikupas
VALORAnews - Harmonisasi ajaran Islam dengan budaya di Indonesia, dirasakan mulai terganggu dengan kehadiran elemen lain yang berwujud dalam penafsiran yang berbeda dengan tafsir Islam yang selama ini sudah jadi kekhasan di Indonesia. Gejolak yang muncul, menyisakan banyak persoalan terutama terhadap kemapanan wajah Islam di Indonesia.
"Kalau ditelisik lebih jauh, peristiwa ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan gerakan ideologis yang terjadi di aras transnasional dan global. Munculnya gerakan transnasional dalam sejumlah aliran, membuka babak baru ketegangan antara Islam lokalitas dan Islam Ideologis transnasional," ungkap Peneliti Pusat Pengkajian Agama Sosial dan Budaya (PPASB) Sumbar, Muhammad Taufik pada pada seminar nasional, "Islam dan Pengaruh Budaya Lokal di Sumatera Barat," di Padang, akhir pekan lalu.
Persoalannya sekarang, urai Taufik, apakah ketegangan ini merupakan siklus baru dari eposh sejarah atau ini merupakan sebuah gerakan politik gaya baru. "Posisi Islam lokalitas di tengah situasi gerakan transnasional ini, menarik untuk terus dikupas," tegasnya.
"Dalam kontek Sumatera Barat, kita mengenal adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato, adat mamakai, syarak nan qawi adat nan lazim. Apakah nilai-nilai lokal yang selama ini dianggap tidak berseberangan dengan ajaran Islam, kondisinya masih seperti itu di era milenal ini. Dulu, kita memahaminya bahwa dia saling menguatkan dan bersinergi," terangnya sembari menyebut, Islam di Indonesia tergolong unik dalam berekspresi. Satu sisi ia harus melebur dalam narasi lokal, disisi lain ia dihadapkan dengan dinamika global atau transnasional.
Baca juga: DKPP Lantik 57 Tim Pemeriksa Daerah, Tanda Tangani Pakta Integritas
Akulturasi antara agama dan budaya akan terjadi terus-menerus sebagai suatu proses yang akan memperkaya kehidupan dan membuatnya tidak gersang, kekayaan variasi budaya akan memungkinkan adanya persambungan antara berbagai kelompok atas dasar persamaan-persamaan, baik persamaan agama maupun budaya.
"Upaya rekonsiliasi antara budaya dan agama bukan karena kekhawatiran terjadinya ketegangan antara keduanya, sebab kalau manusia dibiarkan pada fitrah rasionalnya, ketegangan seperti itu akan reda dengan sendirinya," kata Taufik mengutip pendapat Wahid (2016).
Bersama Taufik, juga hadir pembicara Wakil Ketua DPP Tarbiyah-Perti, Prof Duski Samad dengan makalah 'Memperkuat dan membangun narasi baru tentang Islam dan ralasinya dengan budaya lokal,' Dr Riki Saputra (Direktur Pascasarjana UMSB Sumbar) dengan makalah 'Pergumulan Islam di tingkat lokal di tengah gerakan Islam transnasional.'
Juga ada Dr Ramadi Ahmad (Lakpesdam NU) dengan judul makalah 'Melacak epistimologi dan praktek perkelindanan Islam dan Budaya Lokal di Indonesia serta Muhammad Taufik MSi (Peneliti Pusat Pengkajian Agama Sosial dan Budaya (PPASB) Sumbar) dengan judul makalah Membaca prospek Islam lokalitas ditengah dinamika beragama dan bernegara.
Baca juga: DKPP Tetapkan Muhammad Taufik, Ory Sativa Syakban dan Hamdan jadi TPD Sumbar 2023
Seminar dengan menampilkan Keynote Speaker Prof Azyumardi Azra ini, dimoderatori Abrar (Akademisi UIN Imam Bonjol Padang). Cendikiwan dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1999-2006 itu membawakan makalan bertemakan 'Islam dan Pengaruh Budaya Lokal di Sumatera Barat.' (kyo)
Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:
Berita Terkait
- Perwira Polisi Ditembak di Solok Selatan, Ini Analisis PBHI Sumbar
- Majelis BPSK Padang Temui Wakil Ketua DPRD Sumbar, Ini yang Dibicarakan
- Debat Pamungkas Pilgub Sumbar Diwarnai Saling Sindir dan Isak Tangis
- Pemprov Sumbar Bangun Sinergisitas Pemungutan Opsen Pajak Daerah
- 202 Personel Protokol Ikuti Bimtek, Ini Arahan Andri Yulika