Ini Dasar Hukum Berzakat Kurangi Nilai Penghasilan Kena Pajak

Kamis, 13 April 2017, 21:30 WIB | Wisata | Provinsi Sumatera Barat
Ini Dasar Hukum Berzakat Kurangi Nilai Penghasilan Kena Pajak
Aktivitas penerimaan setoran zakat di Dompet Dhuafa Singgalang. Dalam UU No. 36 Tahun 2008 ditegaskan, zakat dapat dijadikan pengurangan nilai penghasilan tidak kena pajak. (istimewa)

VALORAnews - Sebagai orang bijak yang membayar pajak, tentu pada Maret dan April jadi sangat berharga. Hal tersebut lantaran di dua bulan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia, menjadikannya sebagai waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Di momen tersebut tentu juga menjadi kabar baik bagi umat muslim yang taat membayar zakat. Karena, sejak 1999 dan kembali dipertegas pada 2011 melalui undang-undang, mengatur bahwa menunaikan kewajiban zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak.

Mengenai proses hingga zakat mengurangi pembayaran pajak diatur sejak adanya UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan kemudian lebih dipertegas oleh UU terbaru yaitu UU No 23 Tahun 2011 masih tentang hal yang sama.

Latar belakang dari pengurangan ini dijelaskan dalam Pasal 14 ayat (3) UU 38/1999 bahwa pengurangan zakat dari laba atau pendapatan sisa kena pajak, bermaksud agar wajib pajak tidak terkena beban ganda. Yakni kewajiban membayar zakat dan pajak.

Baca juga: Sumbar Gagas Gerakan Tabungan Pajak, Ini Tujuannya

Tertuang dalam Pasal 22 UU 23/2011 yang berbunyi, "Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada Organisasi Pengelola Zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak".

Kemudian, hal tersebut ditegaskan melalui ketentuan perpajakan sejak adanya UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Yakni diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 1, dengan perubahannya yang berbunyi;

"Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah".

Ketentuan serupa ditegaskan pula dalam Pasal 9 ayat (1) UU Pajak Penghasilan. Selain itu, Pasal 1 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Baca juga: PEMKAB PESSEL Gratiskan PBB Masyarakat Terdampak Bencana

Sedangkan, badan atau lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dan kemudian diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 yang berlaku sejak tanggal 11 Juni 2012. Lembaga atau badan amil zakat tersebut. Satu di antaranya adalah LAZ Dompet Dhuafa Singgalang.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: