Tidak Ada Larangan Bagi Wartawan Melakukan Peliputan
VALORAnews - Tindak kekerasan dan pengahalang-halangan kerja wartawan kembali terjadi. Untuk Desember 2015 ini, telah tercatat 4 kasus pers yang terjadi. Mulai dari wartawan Tribun Timur dan Koran Sindo yang bertugas di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, jadi korban.
Tidak lama berselang, wartawan riauonline.co.id yang bertugas di Pekanbaru yang jadi korban, pada 9 Desember 2015, wartawan TVRI yang meliput penghitungan suara di tempat tim pemenangan Beny-Daniel (Kabupaten Pasaman), jadi korban serta 10 Desember 2015, wartawan Metro TV, Kompas TV, serta salah satu wartawan TV lokal, diintimidasi dan dirampas kameranya di Sulawesi utara.
Parwis, wartawan TVRI dirampas kameranya oleh tim Benny-Daniel, saat dia melakukan peliputan penghitungan cepat di posko pemenangan Benny-Daniel. Dari keterangan Parwis, ia sebelumnya melakukan peliputan penghitungan suara di KPU Kabupaten Pasaman, namun tidak ada satupun dari jajaran penyelenggara pilkada yang dapat dikonfirmasi berkaitan dengan data hasil sementara penghitungan suara.
"Malah mereka terkesan menghindari awak media. Akhirnya rekan-rekan media memperoleh informasi bahwa salah satu tim pasangan calon yaitu Beny-Daniel menggunakan lembaga survey untuk melakukan hitungan cepat," ungkap Parwis, dikutip dari siaran pers LBH Pers Padang.
Baca juga: SMS Ancaman ke Wartawan, Kapolres: Saya Juga Ditelepon untuk Hentikan Kasus
Sementara, 3 jurnalis televisi di Sulawesi dirampas kamera saat terjadi keributan menyoal pembayaran honor saksi. Dari informasi yang didapatkan, ketika itu salah satu saksi pasangan calon ribut karena honor saksi tidak dibayarkan.
Saat kejadian, ketiga wartawan TV melakukan pengambilan gambar. "Saat itu spontan saksi marah dan melakukan tindakan perampasan kamera dan menghapus gambar, selain itu saksi juga melakukan tindakan intimidasi," ungkap Direktur LBH Pers Padang, Soni Saputra.
Dari semua peliputan tersebut, berakibat buruk bagi wartawan di Indonesia, terkhusus bagi Parwis di Pasaman dan 3 wartwan TV di Sulawesi utara. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar dirampas.
"Hal ini jelas berdampak pada pekerjaan mereka sebagai jurnalis. Tindakan perampasan tersebut jelas bertentangan dengan semangat UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yaitu kemerdekaan dan kebebasan pers," terang Roni.
Baca juga: KWAK Sumbar Gelar Aksi Solidaritas untuk Wartawan Korban Pengancaman
Tindakan yang dialami keempat jurnalis dari daerah yang berbeda tersebut, sudah dapat dikategorikan sebagai upaya penghalangi-halangi pers melakukan kerja-kerja jurnalistik, dan telah dapat memenuhi unsur Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999, yang berbunyi "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)."
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- PKD 2024 Berakhir, Audy Joinaldy: Promosi Budaya Diperlukan, Komunitas Seniman Butuh Dukungan Finansial
- Irsyad Safar: Event PKD Bisa Pengaruhi Gerakan Pelestarian Kebudayaan
- Pemprov Sumbar Pastikan Telah Libatkan Sanggar Darak Badarak di Belasan Kegiatan, Luhur: Dilakukan Profesional
- Ketika Seniman Pemberontak Dirangkul Pemerintahan Mahyeldi-Audy
- Dinobatkan jadi Ketua Matra Sumbar, Audy Joinaldy Dianugerahi Gelar Kanjeng Pangeran Aryo Suryo Negoro