Gelontorkan APBN untuk KCJB akan Picu Inflasi, Nevi Siap Perjuangkan Usulan Pansus Hak Angket
JAKARTA (8/8/2022) - Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina menegaskan, sejak awal Fraksi PKS DPR RI menolak proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ini dibiayai APBN. Namun, seiring berjalannya waktu, pemerintah terus menguras APBN demi proyek ini.
Proyek KCJB, menurut Nevi, bukanlah proyek infrastruktur dasar. Dalam perjalanan, proyek ini terjadi cost over run sampai Rp27 triliun, sehingga biayanya membengkak jadi Rp114 triliun. Angka ini juga belum tentu telah final. Masih sangat mungkin membengkak lagi.
"Pembengkakan biaya kereta cepat ini dapat menyebabkan BUMN terperosok dalam jerat utang. Karenanya, kita terus memperjuangkan terbentuknya Pansus KCJB ini," tutur Anggota DPR yang bermitra dengan Kementerian BUMN ini.
Legislator asal Sumatera Barat II ini menegaskan, Fraksi PKS telah meminta PMN terkait kereta cepat ini ditunda, sampai ada kejelasan berbagai kajian secara komprehensif yang hasilnya dipublikasikan secara luas di masyarakat.
Baca juga: Nevi Zuairina Serahkan TJSL Semen Padang di 5 Titik
Diketahui, KCJB pada awalnya tidak menggunakan Dana APBN sesuai dengan beleid yang tertuang dalam Perpres No 107 Tahun 2015.
Namun pada kenyataannya, pemerintah didesak untuk menggelontorkan APBN melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Adanya perubahan ini, menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam perencanaan dan ketidakkonsistenan pemerintah terhadap proyek tersebut.
Nevi menerangkan, PMN yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp4,1 triliun tersebut, tentunya akan jadi beban berat bagi keuangan negara. Apalagi saat ini, kondisi ekonomi global penuh dengan ketidakpastian.
Baca juga: Nevi Zuairina Minta Regulasi Perkoperasian Mampu Mengurai Persoalan
Pemerintah sendiri sudah melakukan revisi terhadap APBN 2022, akibat terjadinya disrupsi supply, disrupsi sisi produksi atau supply shock yang sangat besar, sehingga mendorong kenaikan ekstrem harga-harga komoditas global.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Kembalikan Design Logo Halal ke Versi MUI, Ini Alasan Rofik Hananto
- Akcon Gandeng Skylink, Siap Hadirkan Internet hingga Daerah Terpencil
- OJK Telah Blokir 1.459 Investasi Ilegal, 9.180 Pinjol Ilegal dan 251 Gadai Ilegal per Agustus 2024
- Jumlah Kelas Menengah Turun Drastis, Rusmin: Bom Waktu bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
- OJK Layangkan Sanksi Administratif untuk 10 Perusahaan Pembiayaan, 10 Perusahaan Modal Ventura dan 13 P2P Lending
Mahmud Marhaba Lantik Pengurus Provinsi dan Daerah PJS se-Gorontalo
Nasional - 12 November 2024
Fadli Zon Raih 2 Rekor MURI, Ini Alasan Jaya Suprana
Nasional - 03 November 2024