Dewan Pers Gelar Workshop Peliputan Pasca Pemilihan Legislatif dan Presiden 2019: Akademisi Unand: Indepedensi Pers di Daerah Tersandung Kemampuan Finansial

Kamis, 08 Agustus 2019, 15:18 WIB | Wisata | Nasional
Dewan Pers Gelar Workshop Peliputan Pasca Pemilihan Legislatif dan Presiden 2019:...
Dosen Komunikasi FISIP Unand, Emeraldy Chatra (kiri) bersama Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya (kanan) dengan moderator Koresponden The Jakarta Post untuk Sumbar, Syofiardi Bachyul JB (tengah) saat jadi narasumber pada

VALORAnews - Akademisi Jurusan Komunikasi FISIP Unand, Emeraldy Chatra menilai, publik tidak memiliki ruang yang memadai untuk melakukan penilaian terhadap seorang calon anggota legislatif (Caleg) yang bertarung di Pemilu 2019. Baik itu di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun pusat.

"Jumlah Caleg yang mencapai ribuan orang, berpotensi disusupi kepentingan yang berniat untuk memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini," ungkap Emeraldy saat jadi narasumber pada Workshop Peliputan Pasca Pemilihan Legislatif dan Pemilih Presiden 2019 di Padang, Kamis (8/8/2019).

Selain Emeraldy, workshop yang digelar Dewan Pers ini, juga menghadirkan Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya dan Yuliandre Darwis (anggota KPI periode 2019-2022) dengan moderator Koresponden The Jakarta Post untuk Sumbar, Syofiardi Bachyul JB.

Pesertanya jurnalis media cetak, elektronik (televisi dan radio) dan daring (online) di Sumbar. Workshop di Sumbar ini merupakan yang ke-25 kalinya digelar Dewan Pers setelah Pemilu 2019 yang berlangsung lancar dan aman.

Baca juga: UPN Veteran akan Gelar UKW Gratis di 5 Provinsi, Ini Link Pendaftarannya

Minimnya ruang pengawasan, terang dia, membuat para caleg terutama yang telah disusupi aneka kepentingan, akan memasukan agenda dan ideologi global dalam tatanan ketatanegaraan bangsa Indonesia.

"Misalnya, agenda LGBT yang tujuannya depopulasi. Untuk itu, pers sebagai pilar kelima demokrasi, harus terus mengupayakan perlindungan terhadap demokrasi ala Indonesia ini. Pers harus punya pagar besi demokrasi, agar demokrasi kita tetap berjalan pada relnya," terang dia.

Menurut dia, proses demokrasi yang disalahgunakan oleh berbagai kepentingan, sudah jadi fakta sejarah yang tak mungkin dihapus dari memori banyak orang begitu saja.

"Demokrasi jadi bancakan para pemburu kekuasaan, sudah jadi fakta sejarah. Untuk itu, marwah pers sebagai pagar besi demokrasi mesti terus kita bahas bersama," harapnya.

Baca juga: Dewan Pers Terima Laporan Berita Hoaks tentang Pernyataan Sudirman Said Terkait Bacapres AHY

"Tak bisa dipungkiri, independensi pers terutama di daerah, terbilang lemah. Sebagian besar, pers daerah itu hidup dari hasil kerjasama dengan pemerintah daerah. Ini merupakan batu sandungan tersendiri dan cukup pelik, dalam menegakan independensi pers kita," urainya. (kyo)

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: