Faisal Basri Ajak Kelompok Kritis Ingatkan Kekeliruan Jokowi Soal Tatakelola Pembangunan

Senin, 06 November 2017, 16:16 WIB | Kabar Daerah | Provinsi Sumatera Barat
Faisal Basri Ajak Kelompok Kritis Ingatkan Kekeliruan Jokowi Soal Tatakelola Pembangunan
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri foto bersama dengan mahasiswa dan pengurus NDC Unand, usai kuliah umum "Batch V 2017, Program Ekonomi Politik dan Pembangunan Daerah" di auditorium kampus Unand Li

VALORAnews -- Alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan, tak mengalami pertambahan berarti di APBN sejak dua tahun terakhir. Sementara, alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, terus meningkat secara eksponensial.

Demikian dikatakan Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri pada kuliah umum "Batch V 2017, Program Ekonomi Politik dan Pembangunan Daerah" yang digelar INDEF bekerjasama dengan Nagari Development Center (NDC), di auditorium kampus Unand Limaumanih, Senin (6/11/2017).

"Alokasi anggaran untuk pendidikan memang telah memenuhi ketentuan 20 persen dan anggaran kesehatan 15 persen dari total APBN 2017. Itu bukan berarti persoalan selesai. Amerika saja yang induknya kapitalis, mengalokasikan anggaran untuk kesehatan sebesar 30 persen dari total anggaran mereka walau kini akan dibolduzer Presiden Donald Trump," ungkap Faisal Basri dalam kegiatan yang dibuka Rektor Unand, Prof Tafdil Husni itu.

Selain itu, Faisal tak menampik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan pembangunan infrastruktur Indonesia, jauh tertinggal dibanding negara sekawasan. "Persoalannya, pembangunan itu kan bukan soal infrastruktur semata. Perbaikan derajat kesehatan manusia Indonesia juga sangat penting, samahalnya dengan peningkatan kualitas pendidikan," tegas Faisal dalam kuliah umum yang dipandu Indraddin itu.

Baca juga: Narasumber di Unand, Supardi Tantang Perguruan Tinggi Kawal Pilkada Nasional Serentak 2024

Selain itu, Faisal menyorot rencana pembangunan jalan tol di Indonesia, tol laut, proyek kereta api, ketersedian listrik dan sejumlah proyek strategis lainnya. "Tahun kemarin, dengan mencabut subsidi BBM, memang tersedia dana segar di APBN untuk membiayai proyek infrastruktur yang jadi visi-misi presiden," terangnya.

"Sekarang, harga minyak dunia telah bergerak naik. Sementara, subsidi BBM sudah tidak ada. Harga BBM tentu jadi tertekan. Mau menaikan harga BBM, tentu bukan sebuah keputusan bijak jelang tahun politik 2019 ini. Hal ini tentu akan semakin membuat nilai tukar rupiah tertekan, hingga bisa menembus level Rp14 ribu lebih," tambah Faisal.

Selain itu, Faisal juga menyorot rencana Tol Trans Sumatera yang membentang dari Lampung hingga ke Aceh. Menurutnya, di jalur itu sebenarnya sudah ada Jalan Lintas Sumatera. "Kalau membangun jalan tol itu, tentunya harus simetris dengan proyek tol laut. Jalan tol itu, misalnya harus menghubungkan pelabuhan yang ada di sisi timur Sumatera dengan sisi Barat," terangnya.

"Contohnya, jalan tol yang menghubungkan Pelabuhan Belawan dengan Sibolga di Sumut. Kemudian Pelabuhan Dumai, Riau dengan Telukbayur di Sumbar. Selanjutnya, Pelabuhan Jambi dengan Bengkulu. Sehingga, arus barang jadi lancar. Namun, kita semua menyadari, biaya transportasi dengan angkutan darat itu, 4 kali lebih mahal dari kapal laut atau kereta api," jelas Faisal Basri.

Baca juga: Halal Bihalal Civitas Akademika Unand, Rektor: Mari Berjabat Tangan karena itu Menghilangkan Dendam

Faisal mengajak kelompok kritis di daerah, ikut menyuarakan kebijakan pembangunan yang tidak tepat dilakukan duet kepemimpinan Jokowi dengan Jusuf Kalla. "Pak presiden harus kita ingatkan, agar tak keliru dalam mengelola anggaran negara yang berakibat kemandekan pertumbuhan ekonomi," tukasnya.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: