Kepemilikan Tanah di Sumbar Berstatus Ulayat: SE Gubernur tentang Percepatan Masa Tanam Mesti Dicabut
Ketua LAM&PK FHUA, Diki Rafiki menyampaikan, gubernur sudah keliru dalam menempatkan kebijakan. Tidak semestinya surat edaran, mengandung peraturan yang belum jelas dasar hukumnya. Sehingga, surat edaran ini harus dicabut.
"SE Gubernur ini terlalu gegabah dikeluarkan. Semestinya, gubernur membuat kebijakan yang menjawab persoalan-persoalan yang disampaikan bapak-bapak kepala dinas. Dilihat dari sudut manapun, SE Gubernur ini tidak dapat dibenarkan," tegasnya.
"Secara hukum, melabrak banyak sekali aturan, secara teknis pertanian juga dipaksakan, secara sosial kultural masyarakat Minangkabau ini tidak tepat. Jika gubernur tidak segera mencabut, maka LBH Padang bersama koalisi masyarakat sipil, siap memperkarakan ini ke pengadilan," tambah Direktur LBH Padang, Era Purnama Sari.
Menanggapi 'serangan' koalisi masyarakat sipil ini, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Arkadius Dt Intan Bano menyatakan, sebenarnya sudah ada kerjasama antara masyarakat dengan TNI yang sudah berjalan sesuai dengan porsi masing-masing.
"Sumbar untuk saat ini, tidak bicara lagi soal ketahanan pangan, melainkan kemandirian pangan menuju kedaulatan pangan. Sehingga, menjadi penting kebijakan untuk menjawab persoalan infrastruktur sawah, kondisi keuangan masyarakat. Oleh karena itu, SE Gubernur ini perlu dikaji ulang, agar tidak terjadi kekeliruan dalam lahirnya sebuah kebijakan publik," tukas Arkadius.
Lahirnya SE Gubernur ini, menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumatera Barat, Candra, dilatarbelakangi ditetapkannya Sumbar jadi salah satu dari 10 provinsi di Indonesia, sebagai daerah perluasan areal tanam padi jagung.
"Diperlukan upaya khusus untuk mencapai target produksi padi yang menurun dalam beberapa tahun ini. Hal ini yang menjadi dasar surat edaran keluar serta sesuai dengan kesepakatan Kementerian Pertanian dan TNI dalam mewujudkan swasembada padi di Indonesia," ungkapnya.
Diakui Candra, memang terjadi penulisan yang kurang tepat pada Surat Edaran Gubernur No. 521.1/1984/Distanhorbun/2017 poin 2 (dua), Petani harus menanami lagi lahannya 15 hari setelah panen, jika 30 hari setelah panen tidak dikerjakan oleh Petani, maka diusahakan pengelolaanya diambil alih oleh Koramil bekerjasama dengan UPT Pertanian Setempat".
"Poin ini yang harus diluruskan karena memunculkan persepsi bahwa petani tidak sanggup mengelola lahan pertanian, maka pemerintah mengambil alih pengelolaan lahan melalui TNI," ujar Candra.
"Tidak diperlukan kerjasama masyarakat dengan TNI dalam pengelolaan lahan pertanian. Petani pun pascapanen, ingin segera menanam kembali lahannya. Karena itu merupakan sumber perekonomian," ujar Kepala Dinas Pertanian Tanahdatar di pertemuan itu.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- PKD 2024 Berakhir, Audy Joinaldy: Promosi Budaya Diperlukan, Komunitas Seniman Butuh Dukungan Finansial
- Irsyad Safar: Event PKD Bisa Pengaruhi Gerakan Pelestarian Kebudayaan
- Pemprov Sumbar Pastikan Telah Libatkan Sanggar Darak Badarak di Belasan Kegiatan, Luhur: Dilakukan Profesional
- Ketika Seniman Pemberontak Dirangkul Pemerintahan Mahyeldi-Audy
- Dinobatkan jadi Ketua Matra Sumbar, Audy Joinaldy Dianugerahi Gelar Kanjeng Pangeran Aryo Suryo Negoro