Kepemilikan Tanah di Sumbar Berstatus Ulayat: SE Gubernur tentang Percepatan Masa Tanam Mesti Dicabut
VALORAnews - Direktur Perkumpulan Qbar, Nora Hidayati menegaskan, semua wilayah di Sumatera Barat adalah ulayat yang sudah jelas kepemilikan hak adatnya. Kehadiran Surat Edaran (SE) Gubernur No 521.1/1984/Distanhorbun/2017 ini menjadi alat untuk menghilangkan nilai nilai lokal sekaligus melemahkan masyarakat adat.
"Seharusnya, Dinas Pertanian memiliki baseline dalam melihat capaian produksi padi, sehingga tergambar kebutuhan dan target pertanian Sumbar. Bukan sekadar mencapai target nasional semata," tegas Nora Hidayati, Jumat (17/3/2017) sore dalam rapat kerja yang digelar Komisi II DPRD Sumatera Barat.
Rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Sumbar, Yuliarman ini mengundang bupati/walikota di Sumbar, Kepala Dinas Pertanian se-Sumatera Barat, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSS), Dinas PSDA, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumatera Barat serta Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS).
Rapat ini untuk membahas SE Gubernur tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi yang tiga hari setelah diterbitkan pada 6 Maret 2017 direvisi kembali pada 8 Maret 2017. (Baca: Polemik SE Gubernur, Farhan: Kita Perlu Kemandirian bukan Ketahanan Pangan).
Baca juga: Polemik SE Gubernur, Farhan: Kita Perlu Kemandirian bukan Ketahanan Pangan
Selain itu, aktivis YCMM, Askurni menegaskan, pertamuan ini hanya memperjelas posisi Dinas Pertanian Sumatera Barat yang telah gagal dalam memfasilitasi petani. "Seharusnya petani dilibatkan dalam rumusan ini, dan petani menjadi bagian utama dalam pelaksanaan kegiatan pertanian, bukan TNI," ujar dia.
Direktur Walhi Sumbar, Uslaini menegaskan, tidak ada jaminan kedepan, bagaimana mekanisme konflik antara TNI dan petani dalam pengelolaan lahan pertanian serta siapa yang berwenang menyelesaikannya. "Ini makin memperlemah posisi petani di atas lahan miliknya sendiri," tambah Uslaini,.
"Persoalan pertanian di Sumatera Barat bukan pada sumber daya manusia dalam pengeloaan lahan, melainkan kekurangan daya dukung infrastruktur dan pendanaan. Jika Surat Edaran ini dijalankan, maka akan menghadapkan masyarakat sipil dengan militer, yang akan melahirkan konflik struktural," sambung Indah, dari PBHI Sumbar.
DPW Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumbar, Ali Padri menilai, gubernur telah mengada-ada dalam mengeluarkan SE itu. Karena, tidak memiliki dasar yang jelas. Jika memang dilandasi perjanjian antara TNI dengan Kementerian Pertanian untuk Swasemba Pangan, dalam perjanjian tersebut tidak satupun menerangkan tentang pengambilalihan pengelolaan lahan-lahan pertanian oleh UPT maupun TNI.
"Perjanjian tersebut, lebih pada peran TNI untuk mengoptimalisasi lahan dalam bentuk membantu pembangunan infrastruktur seperti irigasi, pendanaan serta pemberdayaan kepada petani jika itu dibutuhkan petani," tegas Ali Padri.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- PKD 2024 Berakhir, Audy Joinaldy: Promosi Budaya Diperlukan, Komunitas Seniman Butuh Dukungan Finansial
- Irsyad Safar: Event PKD Bisa Pengaruhi Gerakan Pelestarian Kebudayaan
- Pemprov Sumbar Pastikan Telah Libatkan Sanggar Darak Badarak di Belasan Kegiatan, Luhur: Dilakukan Profesional
- Ketika Seniman Pemberontak Dirangkul Pemerintahan Mahyeldi-Audy
- Dinobatkan jadi Ketua Matra Sumbar, Audy Joinaldy Dianugerahi Gelar Kanjeng Pangeran Aryo Suryo Negoro