Gulo-Gulo Tareh, Permen Khas Yang Mulai Ditinggalkan

Sabtu, 20 Februari 2016, 21:40 WIB | News | Kota Bukittinggi
Gulo-Gulo Tareh, Permen Khas Yang Mulai Ditinggalkan
Ilustrasi gulo-gulo tareh. (istimewa)

VALORAnews - Dekade 90-an, permen khas Ranah Minang ini amat populer dikonsumsi berbagai kalangan. Namun, perkembangan zaman membuat permen manis ini perlahan memudar, hingga membuat banyak pedagang yang menjual, beralih ke usaha lain yang lebih menguntungkan.

Tapi, tak demikian dengan Nia (26) asal Pakan Sinayan Banuhampu, Agam. Wanita ini lebih memilih berdagang permen lokal dari tebu ini ketimbang berjualan lain.

"Usaha ini merupakan warisan dari nenek saya sejak tahun 70-an. Saya generasi ketiga yang memproduksi dan memasarkan. Jadi, sayang kalau ditinggalkan,'' katanya, Sabtu (20/2/2016).

Saat ini, aku Nia, hanya ia saja yang masih bertahan menjual permen bertepung ini. "Sepintas mulai tak menjanjikan usaha ini, orang lebih suka dengan permen pabrikandaripadagulo-gulo tareh,'' ungkapnya tertahan.

Wanita muda yang enggan dipotret ini, setiap hari pasar, Rabu dan Sabtu dengan sabar menggelar dagangannya di kawasan Pasar Putiah Bukittinggi.

Tak banyak yang bisa dibawa, hanya 10 kg saja. "Jika dibawa terlalu banyak, sisanya banyak yang dibawa pulang. Jadi saya hanya membawa sebanyak itu saja,'' ungkapnya saat dikunjungi ditempatnya biasa berdagang.

Kendati mulai ditinggalkan zaman, Nia mengaku usahnya cukup mendatangkan keuntungan.

"Modalnya cuma Rp150 ribu. Per bungkus saya jual Rp10 ribu. Jika ada yang beli perkilo, harganya bisa 60-70 ribu. Kendati tak semuanya terjual, untungnya lumayanlah,'' lanjut Nia tersenyum.

Gulo-gulo tareh,kata Nia, artinya permen yang keras. Saking kerasnya, jika belum lumer dalam mulut, akan membuat gigi terasa sakit untuk menguyahnya. Agar tidak melekat dalam mulut, diberilah campuran tepung ubi sehingga menimbulkan rasa manis yang menyegarkan.

Untuk memproduksi, dimulai dari memasak hingga mengaduk gula merah yang berasal dari tebu itu, membutuhkan waktu selama 6 jam.

Proses yang lama ini, juga dianggap Nia sebagai salah satu alasan orang enggan untuk memproduksi, di samping peminatnya yang mulai berkurang.

Halaman:

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: