Benturan Pandemi dan Pilkada, Didik: Dilematis bagi Penyelenggara

Jumat, 06 November 2020, 07:31 WIB | Kuliner | Nasional
Benturan Pandemi dan Pilkada, Didik: Dilematis bagi Penyelenggara
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto.

VALORAnews - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto menilai, pelaksanaan Pemilu itu sudah dikategorikan sebagai pesta demokrasi yang rumit, meskipun dilaksanakan dalam situasi normal.

Dengan masa pandemi seperti sekarang, kata Didik, pelaksanaan Pilkada serentak 2020 pun jadi lebih rumit dari biasanya. Didik menilai, kerumitan ini tampak dari saling bertolak belakangnya sifat dan karakteristik yang dimiliki Pilkada (Pemilu) dengan pandemi.

"Pandemi, selalu menyendiri di tempat yang sepi dan menghindari kerumunan. Sebaliknya, pilkada adalah pesta demokrasi yang akan disesaki oleh kerumunan. Ini dua hal yang dipertemukan dalam Pilkada 2020 sehingga sangat sulit bagi penyelenggara untuk memadukan dua hal itu dalam proses tahapan pilkada," jelas Didik saat jadi narasumber dalam webinar yang diadakan DKPP dengan tema "Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu," Selasa (3/11/2020).

Dikatakan Didik, pelanggaran sangat mungkin terjadi. Potensinya besar. Apakah itu pelanggaran kode etik, administrasi, pidana pemilu, juga mungkin sengketa pemilu. "Potensi pelanggaran terbanyak ada pada kategori administrasi dan kode etik," terangnya.

Untuk pelanggaran kode etik, potensinya sangat besar karena ada kemungkinan penyelenggara pemilu di tingkat bawah mengalami kesulitan dalam memadukan antara pelayanan prima dengan regulasi yang berbasis dengan protokol kesehatan Covid19.

Kendati demikian, Didik menyebut, adanya hal-hal dilematis yang sangat mungkin akan terjadi pada saat penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Salah satu contohnya adalah adanya penyelenggara pemilu, entah petugas TPS atau pengawas TPS, yang tidak melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik karena kurangnya fasilitasi alat pelindung diri (APD) yang tersedia.

Contoh lain adalah ketika pemilih yang justru tidak melaksanakan protokol Covid-19 di TPS. Hal ini dapat mengurangi pelayanan akibat minimnya ketentuan protokol kesehatan yang dilaksanakan oleh pemilih yang datang ke TPS.

"Nah kalau gini kan kita enggak bisa salahin petugas karena dia juga harus menyelamatkan dirinya sendiri," jelas Didik.

Didik pun menegaskan, hal-hal sejenis akan menjadi problem etik yang sangat rumit kalau tidak diantisipasi lebih awal.

"KPU ataupun Bawaslu, tidak sekadar menyiapkan fasilitas kesehatan tapi juga menyiapkan mental petugas sehingga dalam kondisi apa pun bisa ditangani dengan baik," ujarnya.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: