Patriot Militan di Tengah Pandemi
Untuk keperluan pemeriksaan sampel Covid-19, Andani diberi tempat lebih luas oleh Dekan FK Unand. Sementara, Rektor Unand pun mendukung dan memberi bantuan untuk memperbaiki ruangan labotatorium. Izin lab turun tanggal 19 Maret 2020, dan pertama kali pemeriksaan sampel Covid-19 tanggal 25 Maret 2020.
Saat awal menerima sampel darah, para "pekerja lab" dadakan tadi tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir dan ketakutannya. Bahkan Andani menjumpai, ada beberapa yang sampai menangis. Andani memakluminya. Spontan, ia menjelaskan cara kerjanya dan turun tangan mengerjakannya. Memulai pemeriksaan sampel darah dan memberi contoh.
Lama-lama, para mahasiswa mulai terbiasa. Bahkan Andani memuji loyalitas mereka yang sangat tinggi. Andani bahkan memasang target bisa memeriksa 300 sampel per hari. "Sama seperti di bidang lain, maka laboratorium juga akan berjalan bagus kalau pemimpinnya strong," kata doktor lulusan UGM Yogyakarta tahun 2016 itu.
Baca juga: Batang Suliti Solsel Mendesak untuk Dinormalisasi
Tak lupa, Andani mengisahkan riwayat labotatorium miliknya. Bahwa, sebelum digunakan untuk memeriksa virus corona, semua peralatan lab dihibahkan ke FK Unand. Jika dirupiahkan, tak kurang dari Rp 2 miliar. "Saya hibahkan semua ke fakultas dengan harapaan bisa lebih produktif," tambah dokter yang mengaku memiliki passion di bidang riset itu.
Dalam proses, datanglah bantuan alat PCR (Polymerase Chain Reaction) dari Walikota Padang. Juga bantuan lain dari Pemprov Sumatera Barat, Paragon, dan banyak pihak lain yang mendukung. Untuk mempercepat pemeriksaan sampel, serta meningkatkan kapasitas, Andani pun mengajukan permohonan pengadaan mesin ekstraksi.
"Di luar dugaan. Dari target 300 sampel per hari, saat itu kami sudah bisa menyelesaikan 700 sampai 800 sampel per hari. Maka, jika kami dilengkapi mesin ekstraksi hasilnya bisa 1.500 sampel per hari," kata Andani.
Apa yang terjadi? Selagi permohonannya diproses, Andani dan anak buahnya sudah berhasil menyentuh hasil pemeriksaan 1.500 sampel per hari. "Itu karena kami bekerja 22 jam sehari. Mulai bekerja habis shubuh pukul 05.30 dan baru selesa pukul 03.30 setiap hari," kisahnya.
Alhasil, ketika mesin ekstraksi datang, labotatorium FK Unand bisa menyelesaikan 2.500 sampel per hari. "Sampai hari ini, tidak ada satu pun labotatorium di Indonesia yang bisa melampaui hasil 1.100 per hari. Baik laboratorium Litbang Kemenkeas, Litbangkes DKI Jakarta, dan LBM Eijkman. Sebab, di luar laboratorium kami di FK Unand, ya tiga itu saja yang terbilang besar," katanya melaporkan hasil kerjanya kepada Ketua Gugas Letjen Doni Monardo beberapa hari lalu.
Sampai di titik ini, kita menangkap adanya kesamaan frekuensi antara Dr dr Andani Eka Putra MSc dengan Letjen TNI Doni Monardo. Bukan karena keduanya sama-sama berdarah Minang, tetapi ada satu benang merah di antara keduanya: Sama-sama militan dan spartan.
Jika Dr Andani dan tim laboratoriumnya bekerja 22 jam sehari, demikian pula Doni Monardo dan sejumlah staf Gugus Tugas Covid-19 lainnya.
Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:
Berita Terkait
- DPR RI: Iven Pariwisata jadi Pemicu Pertumbuhan Ekonomi Sumbar di Lajur Positif Semester I 2023
- Digugat ke PN Jakarta Selatan, BANI Yakin Putusan Majelis Arbiter Kuat
- Kembangkan Potensi Wisata Pulau Bangka, Ini Saran Selebriti Rafi Ahmad
- Ini Nama dan Lokasi 32 Bandara Internasional di Indonesia, Sebagian akan Dipangkas Menteri BUMN
- Masuk Monas Mesti Pakai JakCard, Ini Harga dan Tarif Masuk Januari 2023
Mahmud Marhaba Lantik Pengurus Provinsi dan Daerah PJS se-Gorontalo
Nasional - 12 November 2024
Fadli Zon Raih 2 Rekor MURI, Ini Alasan Jaya Suprana
Nasional - 03 November 2024