Kerugian Eknomi Masyarakat tak Dihitung dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi
VALORAnews - Korupsi dianggap isu elit dan konsumsi para akademisi semata. Padahal, bahaya korupsi justru berdampak kerugian masyarakat secara langsung, terutama dalam hal menikmati pembangunan.
"Korupsi tak melulu merugikan keuangan negara. Lebih besar lagi, bisa merusak tatanan kehidupan masyarakat. Ini yang masih belum dipahami masyarakat," ujar Direktur LBH Pers Padang, Rony Saputra, Sabtu (15/8/2015), dalam dialog penggiat anti korupsi yang digelar LSM Integritas di Rimbun Cafe, Jl Kis Mangunsarkoro, Padang.
Contoh sederhana korupsi perusak tatanan, yakni saat korupsi pembangunan jalan. Dengan modus berbagai macam termasuk membangun tidak sesuai spesifikasi.
"Harusnya jalan itu bagus dan tahan 10 tahun, karena pola-pola koruptif tentu merugikan masyarakat yang menikmati pembangunan itu," ujarnya.
Baca juga: Mantan Dirut PDAM Tirta Gemilang Pasbar Ditahan, Alihkan Dana SR-MBR untuk Beli Mobil dan Alat Musik
Sementara, Asvina, mantan Direktur LBH Jakarta mengatakan, penanganan korupsi di Indonesia masuk kategori aneh, ketika negara menjustifikasi kerugian negara sama dengan kerugian ekonomi masyarakat.
"Sehingga itu, si terdakwa korupsi dalam dakwaannya cukup mengembalikan kerugian negara maksimal 1/3 dari total kerugian negara. Sementara, kerugian ekonomi masyarakat tidak ada dicantumkan," ujar Asvina. (klg)
Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:
Berita Terkait
- Dinobatkan jadi Ketua Matra Sumbar, Audy Joinaldy Dianugerahi Gelar Kanjeng Pangeran Aryo Suryo Negoro
- INews TV Nobatkan Gubernur Sumbar jadi Penerima Pimpinan Daerah Award 2024, Ini Alasannya
- Kembangkan Pariwisata Sumbar, Gubernur Sumbar Temui Wamenparekraf
- Gubernur Sumbar Inginkan Rumah Siti Nurbaya di Studio Alam TVRI Direvitalisasi, Ini Alasannya
- Festival Maek akan Dihadiri Arkeolog dan Seniman Dunia, Supardi: Peradaban Megalitik Maek Potensi Mengubah Sejarah Asia