Inflasi Jawa dan Sumatera Dipengaruhi Harga Beras dan Cabai

Selasa, 21 November 2017, 20:39 WIB | Kuliner | Nasional

VALORAnews - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir menilai, inflasi jadi penyakit ekonomi apabila tidak dijaga pada level yang rendah dan stabil.

"Pada era Presiden Soekarno langkah penanganannya adalah sanering, penurunan nilai mata uang, pembekuan, devaluasi," kata Iskandar, ketika menjadi pemateri dihadapan 580 wartawan yang mengikuti Pelatihan Wartawan Daerah Bank Indonesia, di Jakarta, Senin (20/11/2017).

Dikatakan, pada era Presiden Soekarno, inflasi pernah mencapai angka 635 persen pada 1966. Inflasi itu diakibatkan tingginya kebutuhan untuk pembiayaan politik sehingga berdampak pada defisit APBN 1965.

Pada zaman Presiden Soeharto, pada mulanya terjadi krisis moneter yang merambat menjadi krisis multidimensi inflasi naik hingga 77,63 persen pada 1998. Langkah penanganan pada era Presiden Soeharto, adalah meningkatkan suku bunga SBI, mengucurkan BLBI, mengubah sistem nilai tukar, menunda belanja pemerintah, penutupan 16 bank yang sakit dan program pemulihan kepercayaan masyarkat

Baca juga: Bupati Agam Ajak PANTAS Jabodetabek Terus Berkontribusi Bangun Kampung Halaman

Perkembangan inflasi nasional saat ini, sambung Iskandar, secara keseluruhan relatif terkendali. Inflasi pada Oktober 2016 mencapai 0,01 persen jika dibandingkan pada bulan sebelumnya (mom) dan 3,58 persen jika dibanding pada 2016 (yoy). Hingga Oktober 2017, inflasi mencapai 2,67 (ytd)

"Inflasi pangan terus mengalami tren penurunan sejak awal tahun dan mulai dapat dikendalikan dengan semakin intensnya koordianasi baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Bank Indonesia dalam menjaga ketersedianan pasokan dan stok," ucap Iskandar.

Dikatakan Iskandar, perkembangan inflasi regional yang rendah terjadi di sejumlah daerah terutama Sumatera dan Jawa. Secara agregat, katanya, inflasi di kedua wilayah tersebut masing-masing tercatat sebesar 0,23 persen dan 0,02 persen.

"Inflasi di Sumatera dan Jawa disebabkan oleh peningkatan harga cabai merah dan beras. Sementara di Kawasan Timur Indonesia secara agregat mencatatkan deflasi 0,30 persen," jelas Iskandar.

Baca juga: Pemilu, Ramadhan serta Lebaran Dorong Ekonomi Sumbar Tumbuh Kuat di Triwulan I 2024

Menurut Iskandar, inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan inflasi menurunkan daya beli masyarkat dan kesenjangan pendapatan melebar.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: