Gini Rasio Masih Tinggi, KPPU: Spirit Gotong Royong dan Kemitraan Usaha jadi Solusi

Rabu, 19 Juli 2017, 14:54 WIB | Olahraga | Nasional
Gini Rasio Masih Tinggi, KPPU: Spirit Gotong Royong dan Kemitraan Usaha jadi Solusi
Ilustrasi.
VISI MISI CALON GUBERNUR SUMBAR PILKADA SERENTAK 2024

VALORAnews - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai tingginya angka ketimpangan antarpendapatan per kapita, masih menjadi persoalan serius yang harus segera dibenahi. Meskipun perekonomian nasional meningkat cukup pesat, namun dengan masih tingginya angka ketimpangan atau indeks gini rasio, mencerminkan manfaat pertumbuhan ekonomi belum merata dirasakan seluruh masyarakat. Hanya dinikmati segelintir orang kaya.

Ketua KPPU, Syarkawi Rauf mengatakan, sejak era reformasi, pertumbuhan ekonomi nasional masih menyisakan persoalan besar yakni, terjadinya proses konglomerasi usaha dari hulu ke hilir dalam satu kepemilikan. Hal ini berdampak pada tingginya penguasaan pasar di sejumlah sektor strategis dan pada akhirnya berdampak pada naiknya angka ketimpangan pendapatan.

"Hingga sekarang ini masih terjadi dualisme dalam kegiatan usaha antara konglomerasi besar di satu sisi dan usaha skala mikro, kecil dan koperasi di sisi lain. Konglomerasi besar posisinya semakin kuat di pasar, sementara usaha skala mikro, kecil, dan koperasi terpinggirkan dalam perekonomian nasional," kata Syarkawi dalam siaran persnya yang diterima, Rabu (19/7/2017).

Pesatnya pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat dari peningkatkan harga produk domestik bruto (PDB) nasional dari waktu ke waktu. Pada 2001, PDB mencapai Rp1.646 triliun, kemudian pada 2007 meningkat menjadi Rp3.950 triliun dan naik lagi pada 2014 menjadi Rp10.094 triliun.

Baca juga: Harga Pangan Selama Ramadhan, Syarkawi: Paling Stabil Selama 10 Tahun Terakhir

Namun sayangnya, peningkatan PDB ini lebih banyak dinikmati oleh pengusaha besar. Bahkan hanya oleh lima atau kurang penguasa besar di masing-masing sektor, khususnya sektor strategis seperti pertanian, industri, perdagangan, telekomunikasi, dan transportasi.

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pelaku usaha di Tanah Air mencapai 57,9 juta pelaku usaha mulai dari skala mikro, kecil, menengah, koperasi dan pengusaha besar. Dari total pelaku usaha tersebut, hanya 0,01% yang berstatus pelaku usaha besar dengan jumlah 4.968 unit usaha.

Menurut Syarkawi, konglomerasi serta penguasaan pasar inilah merupakan faktor utama penyebab ketimpangan pendapatan di Indonesia semakin melebar. "Hal ini terjadi karena pengusaha skala mikro dan kecil lebih mudah keluar dari pasar atau bangkrut dari pada bertransformasi menjadi pengusaha menengah atau besar," kata dia.

Peningkatan angka ketimpangan bisa terlihat dari naiknya indeks gini rasio nasional. Pada tahun 1999, indeks gini rasio mencapai 0,309 dan naik pada 2002 menjadi 0,329. Kemudian, naik lagi menjadi 0,364 pada 2007, 0,413 pada tahun 2013, dan 0,397 pada tahun 2016.

Syarkawi mengatakan, perlu ada upaya ekstra untuk dapat menekan angka indeks gini rasio. Pengusaha besar harus mampu melibatkan pengusaha skala mikro dan kecil untuk bergerak bersama mengembangkan usaha lewat pola kemitraan.

"Prinsipnya, gotong-royong untuk tumbuh bersama sebagai mitra yang setara antara konglomerat besar dan pengusaha mikro, kecil, menengah dan koperasi," kata dia.

Halaman:
TANGGAPAN MASYARAKAT TENTANG CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PILKADA SERENTAK 2024

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: