Diskusi Publik DPP IKA Unand Terkait Hari Pers 2017: Virus Hoax 'Berhasil' Hancurkan Pilar Keempat Demokrasi

Minggu, 12 Februari 2017, 21:39 WIB | Wisata | Provinsi Sumatera Barat
Diskusi Publik DPP IKA Unand Terkait Hari Pers 2017: Virus Hoax 'Berhasil' Hancurkan...
Dua pemateri diskusi publik yang digelar DPP IKA Unand sekaitan peringatan Hari Pers 2017, Almudazir (Redpel Haluan) dan Yurnaldi (komisioner Komisi Informasi Sumbar), memberikan pendapatnya tentang kabar bohong alias hoax, Minggu (12/2/2017). (humas)
VISI MISI CALON GUBERNUR SUMBAR PILKADA SERENTAK 2024

Terkait minimnya akademisi untuk memberikan pencerahan pada masyarakat, Almudazir ikut merasakannya. "Meminta hasil penelitian dosen saja untuk ditampilkan di koran, sulitnya minta ampun. Padahal, ketika penelitian dipublish ke publik, benefitnya sangat besar," ujar dia.

Sementara, akademisi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unand, Hary Efendi Iskandar mengatakan, hoax merupakan hantu. "Ini tantangan dan problem kita semua untuk mnghabisi hoax dan semua pihak harus berkontribusi untuk meniadakannya dari ruang ruang informasi," ujar Harry.

Ingat, kata Harry, hoax ini menggurita tidak terlepas dari kemajuan teknologi. "Era dulu, berita bohong ini sudah ada juga. Bahkan sejak zaman pergolakan. Tapi, hal itu tidak menyebar luas, karena dulu itu tidak ada media sosial," ungkap Hary yang dosen Ilmu Sejarah itu.

Baca juga: Warga Padang Barat Dicerahkan Soal Keterbukaan Informasi

"Tipsnya, penikmat media sosial harus memintarkan diri dalam menerima apa saja informasi dari akun akun media sosialnya, kalau dinilai tidak informasi benar jangan di-share pula," tambahnya.

Hary juga tidak menyalahkan media, karena hambarnya penyajian berita yang minus analisa pakar. "Kalangan perguruan tinggi terutama para guru besar, disibukan dengan kerja-kerja penelitian dan soal remeh-temeh administrasi. Kedua hal ini sangat menyita waktu setiap dosen. Sehingga, peran pengabdian masyarakat jadi terabaikan," terang Hary.

"Ada banyak aturan yang melekat pada guru besar di perguruan tinggi. Hal ini membuat mereka tak sempat lagi berpikir kehidupan di luar kampus. Guru besar itu harus membuat jurnal ilmiah, kalau tidak tunjangannya tidak dibayarkan. Itu regulasinya," tegas Hary.

Sementara, Prof Reny Mayerni mengakui hoax tidak bisa dibiarkan. Alat-alat negara harus berbuat untuk menangkal ini.

"Kalau di Jakarta ada Kementerian Komunikasi Informasi dan di daerah ada Dinas Komunikasi dan Informasi, bekerjalah sesuai regulasi untuk menangkal ini. Jangan biarkan hoax jadi opini publik baru ditangkal," saran Reni.

Terkait minimnya guru besar bicara di media, diakui Reni, tidak terlepas dari beban kerja. "Dosen Unand saya kira tidak ada yang alergi diwawancarai wartawan. Tapi, ya itu tadi, ada beban aturan yang harus dikerjakan. Itu jadi penyebab, agak berkurangnya animo dosen tampil di media," ujarnya.

Sedangkan praktisi pers Sumbar, Al Imran menilai, hoax telah menghujam tepat di ulu hati pers. Kabar hoax telah menimbulkan ketidakpercayaan publik pada produk jurnalistik yang dilahirkan media masa. Padahal, pers itu selama ini disebutkan sebagai pilar keempat demokrasi, yang masih dipercaya publik.

Halaman:
TANGGAPAN MASYARAKAT TENTANG CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PILKADA SERENTAK 2024

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: