Seri Diskusi #2 Jelang Kongres V IKA Unand: Sistem Pemilu Indonesia, Alex: Kita Sudah Terlalu Jauh Berada di Jalan Sesat

Sabtu, 21 Mei 2016, 02:08 WIB | Wisata | Nasional
Seri Diskusi #2 Jelang Kongres V IKA Unand: Sistem Pemilu Indonesia, Alex: Kita Sudah...
Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Alex Indra Lukman menyampaikan gagasannya pada diskusi bertemakan Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada, yang digagas Panitia Kongres V IKA Unand, Jumat (20/5/2016) di Padang. Turut hadir sebagai pe
VISI MISI CALON GUBERNUR SUMBAR PILKADA SERENTAK 2024

VALORAnews -- Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Alex Indra Lukman menilai, pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia secara langsung dengan menerapkan sistem proporsional terbuka, hanya melahirkan pemimpin-pemimpin calon koruptor. Sistem proporsional terbuka ini, menurut Alex, merupakan jalan sesat demokrasi di Indonesia.

"Kalau sekarang kita semua sudah memahami, bahwa sistem ini tidak membawa manfaat, kenapa kita tidak saja kembali ke awal jalan sebagaimana tamsil Minang, sasek di ujuang jalan, labiah baiak baliak ka pangka jalan (tersesat di ujung perjalanan, lebih baik kembali ke awal-red)," ungkap Alex pada seri diskusi yang digelar dalam rangkaian kegiatan Temu Alumni dan Kongres V Ikatan Alumni Universitas Andalas (IKA Unand), Jumat (20/5/2016) di Padang.

Bersama Alex, pada seri diskusi bertemakan 'Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada' ini, juga hadir sebagai pembicara, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI) dan Taslim (ketua IKA Unand Jabodetabek yang juga ketua DPP PAN). Seri diskusi kedua ini, dimoderatori Vina Melwanti yang merupakan alumni Fakultas Hukum Unand. Pada seri perdana, menghadirkan alumni Fakultas Pertanian Unand yang juga Wako Padang, Mahyeldi.

Selain sistem proporsional terbuka ini, Alex juga menyitir, pemilihan langsung juga menyedot penggunaan capital (modal uang) dalam jumlah besar. Karena, persaingan itu terjadi di antara sesama calon dalam satu partai pada satu daerah pemilihan.

Baca juga: Benni Jovial Pimpin Partai Gelora Sumbar, Erizal Ditugaskan jadi Jubir Nasional

"Lawan kita di pemilu itu sebenarnya adalah teman satu partai di daerah pemilihan. Bukan dengan caleg dari partai lain dengan sistem proporsional terbuka ini," terang Alex. "Sistem ini juga menyebabkan, calon dengan kantong tebal yang menghalalkan segala cara, yang memenangi kontestasi pemilihan," tambahnya.

Sementara, kader yang telah mencurahkan waktu dan tenaganya untuk melaksanakan kerja-kerja partai, jadi terpinggirkan. Padahal, dia telah mengikuti semua tingkatan pelatihan kader. "Sudah lah pekerja partai itu tak ganteng, tak punya uang pula. Maka, sampai kapan pun, dia tak akan pernah mencicipi bangku legislatif atau eksekutif yang merupakan ranah pencapaian seorang politisi," tegas Alex.

Perilaku caleg berkantong tebal yang menghalalkan segala cara ini, menurut Alex yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Sumbar, saat terpilih nantinya tentu akan berupaya mengembalikan modal yang telah disebar selama asa kampanye.

"Karena kita sudah terlalu jauh tersesat, tak salah kiranya kita kembali ke sistem awal, seperti sistem pemilu 1999. Dimana, setiap caleg itu mengampanyekan partai beserta ideologinya. Tak seperti sekarang, dimana caleg hanya menyatakan untuk memilih dirinya. Sementara, ideologi partai entah berada dimana dalam kampanyenya," terang Alex.

Baca juga: Menangkan NA-IC di Pilgub Sumbar, Partai Gelora Siap Menangkan Hati Sumatera

"Sepatutnya kita semua legowo, untuk kembali ke sistem proporsional tertutup (sistem nomor urut). Selain ideologi partai tersosialisasikan ke masyarakat selama masa kampanye, pekerja-pekerja partai berkualitas yang tak populis, bisa mendapat tempat juga di legislatif," tambah anggota Komisi IX DPR RI ini. (kyo)

TANGGAPAN MASYARAKAT TENTANG CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PILKADA SERENTAK 2024

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: