Literasi Media KPI Pusat di Padang: Sanksi Hukum UU Penyiaran Perlu Direvisi
VALORAnews - Wakil Dekan 1 Fakultas Hukum Unand, Shinta Agustina menilai, sanksi pidana dalam UU Penyiaran, masih ambigu. Selain itu, dia menilai, kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga perlu diperkuat, terutama dalam hal menjalankan sanksi yang telah dijatuhkan.
"Secara prinsip, pemberian sanksi pidana itu adalah obat terakhir (ultimum remedium-red) dalam penegakkan aturan. Sementara, UU Penyiaran tak membedakan sanksi perbuatan pidana atau administrasi secara tegas," tegas Shinta saat jadi pembicara pada literasi media yang digelar KPI pusat di Padang, Kamis (10/3/2016).
Bersama Shinta, tampil juga dua pembicara dari KPI pusat. Pertama, S Rahmat M Arifin membawakan makalah bertemakan "Mendorong sikap kritis dan cerdas terhadap konten siaran melalui P3SPS."
Kemudian, Bekti Nugroho dengan makalah berjudul "Penguatan literasi media KPI dalam mendorong partisipasi publik." Sebagai moderator, wakil ketua KPID Sumbar, Afriendi.
Baca juga: Dipercaya jadi Calon Tuan Rumah Agenda Nasional di Tahun 2025, KPID Temui Ketua DPRD Sumbar
Shinta kemudian mencontohkan Pasal 18 ayat 1 yang dinilai tak telas deliknya (lex cetra-red) di UU Penyiaran. "Yang mau dipersalahkan dalam hal pengurusan izin bagi lembaga penyiaran swasta ini, apakah peminta atau pemberi izinnya," terang Shinta menelaah.
Kemudian, dia mencontohkan sanksi administrasi yang dikenakan pada lembaga penyiaran yang melanggar Pasal 57 (soal melanggar aturan penggunaan frekwensi-red).
"Ancaman hukumannya sama yakni 5 tahun. Sementara, denda yang diberikan berbeda antara televisi (Rp10 miliar) dan radio (Rp1 miliar). Kenapa ini bisa terjadi," tegasnya.
Agar siaran bisa lebih mendidik, terang Shinta, juga diperlukan pembatasan kepemilikan media agar tak terjadi monopoli. Kemudian, Shinta juga mendorong hakim yang memutus sengketa penyiaran ini, juga menerapkan sanksi pidana tambahan, jika terdapat dalam berkas penuntutan.
Baca juga: Ketua DPRD Sumbar Dialog dengan Komisioner KPID Sumbar Usai Upacara HUT RI ke-79
"Jika tak ada dalam berkas penuntutan, tentu hakim jadi khawatir juga. Karena, putusan itu berkonsekwensi dengan menghilangkan hak-hak perdata seseorang," tambahnya.
Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:
Berita Terkait
- PKD 2024 Berakhir, Audy Joinaldy: Promosi Budaya Diperlukan, Komunitas Seniman Butuh Dukungan Finansial
- Irsyad Safar: Event PKD Bisa Pengaruhi Gerakan Pelestarian Kebudayaan
- Pemprov Sumbar Pastikan Telah Libatkan Sanggar Darak Badarak di Belasan Kegiatan, Luhur: Dilakukan Profesional
- Ketika Seniman Pemberontak Dirangkul Pemerintahan Mahyeldi-Audy
- Dinobatkan jadi Ketua Matra Sumbar, Audy Joinaldy Dianugerahi Gelar Kanjeng Pangeran Aryo Suryo Negoro