Ini Lokasi Terlarang Pasang BK dan APK Pemilu 2024, Ory: Hanya di Rumah Ibadah tak Boleh Berkampanye
Kendati demikian, MK memasukkan bunyi bagian Penjelasan itu ke dalam norma pokok Pasal 280 ayat 1 huruf h, kecuali frasa "tempat ibadah."
"Sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, '(peserta pemilu dilarang) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," demikian bunyi putusan MK.
Peraturan (KPU) No 15 Tahun 2023 Pasal 69 sampai Pasal 76 mengatur sejumlah larangan yang tidak boleh dilakukan saat kampanye pemilu.
Baca juga: Pimpinan Sementara DPRD Mentawai Konsultasikan Hak dan Kewenangan dengan Sekretaris DPRD Sumbar
Lokasi Terlarang Pemasangan Bahan Kampanye (BK) Pemilu:
- Tempat ibadah;
- Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan;
- Tempat pendidikan meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi;
- Gedung atau fasilitas milik pemerintah;
- Jalan-jalan protokol;
- Jalan bebas hambatan;
- Sarana dan prasarana publik; dan/atau
- Taman dan pepohonan.
Lokasi terlarang pasang Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilu:
- Tempat ibadah;
- Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan;
- Tempat pendidikan meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi;
- Gedung milik pemerintah;
- Fasilitas tertentu milik pemerintah dan
- Fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.
Larangan Pelaksana Kampanye Pemilu, Peserta dan Tim Kampanye Pemilu:
- Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
- Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
- Mengganggu ketertiban umum;
- Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
- Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Pemilu Peserta Pemilu;
- Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan;
- Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
- Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu. menggunakan fasilitas gedung perwakilan pemerintah di luar negeri Pelaksana Kampanye Pemilu dan/atau
Tim Kampanye Pemilu dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
- Gubernur, deputi gubernur senior dan deputi gubernur Bank Indonesia;
- Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
- Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
- Aparatur Sipil Negara;
- Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- kepala desa; perangkat desa; anggota badan permusyawaratan desa; dan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
Dikatakan Ory, pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional, kepala desa/lurah atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu.
Pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dan aparatur sipil negara lainnya, urai Ory, juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.
"Pelaksana Kampanye Pemilu dan/atau tim Kampanye Pemilu, dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung," terang Ory.
Hal itu dapat berupa untuk tidak menggunakan hak pilihnya; menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; memilih Pasangan Calon tertentu; memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu dan/atau memilih Calon Anggota DPD tertentu.
Dijelaskan Ory, untuk alat peraga kampanye, pada Pemilu 2024 ini tidak ada lagi pembatasan jumlah pencetakannya oleh masing-masing peserta Pemilu. "Pembatasan hanya pada ukuran. Misalnya, baliho itu ukuran maksimalnya 4x6 meter," terang Ory.
Sedangkan metode kampanye, ungkap Ory, peserta Pemilu bisa melakukannya dengan metode tatap muka. "Ini dilaksanakan di luar ruangan, bisa juga blusukan," ungkapnya.
Metode pertemuan terbatas, digelar dalam ruangan dengan kapasitas 2000 orang untuk tingkat provinsi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, pesertanya sebanyak 1000 orang.
Penulis: Al Imran
Editor: Mangindo Kayo
Sumber:
Berita Terkait
- Bapemperda DPRD Sumbar Konsultasikan Prolegda Tahun 2025 ke Kemendagri, Ini Hasilnya
- Perwira Polisi Ditembak di Solok Selatan, Ini Analisis PBHI Sumbar
- Majelis BPSK Padang Temui Wakil Ketua DPRD Sumbar, Ini yang Dibicarakan
- Debat Pamungkas Pilgub Sumbar Diwarnai Saling Sindir dan Isak Tangis
- Pemprov Sumbar Bangun Sinergisitas Pemungutan Opsen Pajak Daerah