Omnibus Law Cika, Senator Muslim M Yatim Himpun Pendapat Buruh Sumbar
VALORAnews - Omnibus Law Cipta Kerja (Cika) disebut bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945. Bahkan, dinilai peraturan yang akan melegalkan kerja paksa selain tidak berperikemanusiaan. Sebelum diajukan pemerintah ke DPR, beleid ini dinamakan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker).
Demikian benang merah diskusi Omnibus Law Cika yang digelar anggota DPD RI daerah pemilihan Sumbar, Muslim M Yatim dengan berbagai elemen buruh di Sumbar, Kamis (12/3/2020) sore. Diskusi yang dipandu Direktur SBLF Riset, Edo Andrefson itu, digelar di kantor DPD RI Perwakilan Sumbar, Jl Musi No 33, kawasan GOR Agus Salim, Padang.
"Lembaga bisnis itu pada intinya memperkerjakan manusia, tak semata mesin. Jika hubungan industrial antara pekerja dan perusahaan, beralih kedalam bentuk outsourcing seiring dibahasnya UU Cika ini, saya sebagai wakil masyarakat di parlemen, perlu mengetahui respon publik yang nantinya akan disampaikan pada pemerintah melalui rapat-rapat di DPD RI," ungkap Muslim.
Respon publik ini perlu diketahui, terang Muslim, karena terjadi banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat pekerja di Indonesia. "Silahkan disampaikan semua uneg-unegnya. Semuanya akan dicatat," terangnya.
Baca juga: Senator Irman Gusman Gelar Reses Dapil di Bukittinggi, Ini Harapan Pjs Wali Kota
Dalam diskusi Omnibus Law Cika itu, hadir berbagai elemen buruh di Sumbar. Seperti, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (F-SPMI), Federasi Serikat Pekerja Transportasi Seluruh Indonesia (F SPTSI), Serikat Pekerja (SP) Kependidikan, Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (FSP LEM), Serikat Pekerja Pariwisata, Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia (SP TSI) dan lainnya.
Dalam sesi diskusi, Ketua F-SPMI Sumbar, Dedi menegaskan, lembaganya menolak secara tegas Omnibus Law Cika ini. Alasan yang dikemukakannya, beleid itu menghilangkan sistem upah minimum, menghilangkan sistem pesangon, potensi masuknya tenaga kerja asing dengan mudah, tidak ada lagi jaminan sosial (pensiun dan hari tua), hak cuti menikah atau melahirkan serta lainnya.
"Hak pekerja semakin tak jelas. Kemudian, sanksi bagi pengusaha yang tak memenuhi hak-hak pekerja juga tak ada lagi," terang Dedi.
"Melarang berserikat dan menggaji pekerja di bawah UMP, dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha bisa dijerat pasal pidana. Semua itu jadi tak ada, jika melihat UU Cika itu," ungkap Dedi yang mendapat informasi ini dari pengurus pusat organisasinya di Jakarta.
Baca juga: Ust Jelita Donal Dipercaya jadi Wakil Ketua Komite III DPD RI
Peserta diskusi mengakui, susahnya mendapat Draft Omnibus Law Cika ini. Sehingga, tidak bisa berkontribusi untuk melakukan pembahasan pasal demi pasal yang ada dalam aturan yang berawal dari salah satu visi Presiden Joko Widodo (Jokowi), membuka lapangan kerja yang lebih luas lagi, khususnya di sektor formal.
Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:
Berita Terkait
- DPR RI: Iven Pariwisata jadi Pemicu Pertumbuhan Ekonomi Sumbar di Lajur Positif Semester I 2023
- Digugat ke PN Jakarta Selatan, BANI Yakin Putusan Majelis Arbiter Kuat
- Kembangkan Potensi Wisata Pulau Bangka, Ini Saran Selebriti Rafi Ahmad
- Ini Nama dan Lokasi 32 Bandara Internasional di Indonesia, Sebagian akan Dipangkas Menteri BUMN
- Masuk Monas Mesti Pakai JakCard, Ini Harga dan Tarif Masuk Januari 2023
Mahmud Marhaba Lantik Pengurus Provinsi dan Daerah PJS se-Gorontalo
Nasional - 12 November 2024
Fadli Zon Raih 2 Rekor MURI, Ini Alasan Jaya Suprana
Nasional - 03 November 2024