Revitalisasi Hukum Pidana Adat dan Kriminologi Kontemporer Dikupas Mahupiki
VALORAnews - Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas bekerjasama dengan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) menyelanggarakan Simposium Nasional dengan tema "Revitalisasi Hukum Pidana Adat dan Kriminologi Kontemporer" di Padang.
Simposium ini bertujuan untuk mensejajarkan keberlakuan hukum pidana adat (hukum pidana tidak tertulis) dengan pidana tertulis. Selama ini hukum pidana ada kurang mendapatkan tempat sebagai sumber hukum pidana.
Namun, dalam RUU KUHP baru keberadaan hukum pidana adat sebagai hukum pidana yang hidup di dalam masyarakat telah mendapatkan tempat, dan saat ini sedang di bahas di lembaga Legislatif. Keberadaan itu bukan tiba-tiba, melainkan melalui pegulatan pemikiran para ahli yang berlangsung sejak puluhan tahun lalu.
"Perdebatan yang terjadi seputar hukum pidana adat dalam RUU KUHP terkait dengan apa yang dimaksud dengan "konsep hukum yang hidup ditengah masyarakat" dan rumusan pasal secara substansi bertentangan dengan asas legalitas yang berlaku di Indonesia," ujar Elwi Danil dalam sambutannya selaku ketua panitia Simposium Nasional
Baca juga: Ketua PMI Sumbar Ikuti Agenda Olahraga Rutin ASN Agam, Ini Harapannya
Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno dalam sambutannya berharap, Simposium Nasional ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum pidana nasional dimasa mendatang. Di luar aspek hukum, dia berharap, peserta dapat menikmati pariwisata dan keindahan alam di Sumatera Barat.
Wakil Jaksa Agung, Arminsyah yang mewakili Jaksa Agung tampil sebagai Keynote Speaker, menyatakan, revitalisasi hukum pidana adat dan kriminologi kontemporer tidak dapat dibahas secara parsial, tetapi harus dilihat secara komprehensif dan membedah RUU KUHP sebagai suatu rancangan sistem hukum pidana baru di Indonesia.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama, penegakan hukum tidak tertulis yang hidup ditengah masyarakat akan menimbulkan kesulitan, karena penegak hukum yang ada sejatinya bukan pejabat daerah. Kedua, pemenuhan kewajiban adat haruslah ditetapkan oleh hakim, maka harus ada aturan yang jelas tentang pengauan perkara tindak pidana adat ke pengadilan. Ketiga, terdapat permasalahan mengenai kualifikasi tindak pidana sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 12 RUU KUHP.
Sebelum menutup pidatonya, dia berharap, Mahupiki dapat menjadi organisasi yang dapat menghimpun akademisi dan praktisi yang mempunyai integritas serta memajukan dan mengembangkan ilmu dan praktik di bidang hukum pidana dan kriminologi.
Selesai pidato, Arminsyah secara resmi membuka Simposium Nasional evitalisasi Hukum Pidana Adat dan Kriminologi Kontemporer.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Majelis BPSK Padang Temui Wakil Ketua DPRD Sumbar, Ini yang Dibicarakan
- Debat Pamungkas Pilgub Sumbar Diwarnai Saling Sindir dan Isak Tangis
- Pemprov Sumbar Bangun Sinergisitas Pemungutan Opsen Pajak Daerah
- 202 Personel Protokol Ikuti Bimtek, Ini Arahan Andri Yulika
- Pemprov Sumbar akan Bangun Kantor MUI 5 Lantai, Telan Dana Rp24 Miliar