Kebijakan Politik Penguasa Kebiri Kemunculan Intelektual

Rabu, 18 Mei 2016, 22:46 WIB | Kabar Daerah | Provinsi Sumatera Barat
Kebijakan Politik Penguasa Kebiri Kemunculan Intelektual
Ratusan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat, memenuhi aula Lt 2 Gedung F Kampus Limau Manis Unand, mendengarkan pidato kebudayaan yang disampaikan Taufik Abdullah, Rabu (18/5/2016).

VALORAnews -- Wakil Rektor IV Unand, Endri Martius mengakui, kondisi intelektual di Sumatera Barat tengah berada dalam kondisi krisis yang serius. Krisis intelektual itu utamanya terjadi setelah peristiwa PRRI.

"Sebagai kampus tertua di Sumatera, Unand memiliki posisi strategis dalam mambangkik batang tarandam dunia intelektual tersebut. Almarhum Martias Pandoe, merupakan salah satu sosok penting dalam membangkik batang tarandam dunia intelektual Minangkabau, khususnya di bidang jurnalistik," ungkap Endri Martius, saat membuka Pidato Kebudayaan Prof Taufik Abdulah, yang digelar Pusat Studi Humaniora (PSH) Unand, Rabu (18/5/2016).

Hal itu juga diakui Taufik Abdullah, saat menyampaikan Pidato Kebudayannya yang bertema 'Dinamika Sejarah Intelektual Sumatera Barat.' Budayawan kelahiran Kota Bukittinggi ini juga menegaskan, puncak krisis intelektual di Sumbar terjadi setelah meletusnya PRRI.

Hal itu semakin diperparah, terangnya, di era pemerintahan Sukarno dan Soeharto setelah itu, yang tak memberi ruang bagi tumbuhnya intelektual-intelektual baru. "Tak munculnya intelektual baru, sebenarnya tak hanya terjadi di Sumbar. Melainkan, juga merata di seluruh Indonesia. Hal ini terjadi tak lepas dari sikap rezim pemerintahan yang berkuasa saat itu," terangnya.

Baca juga: Erman Safar Terima Golden Award dari SIWO PWI, Ini Alasannya

Disebutkan, saat ini yang baru tumbuh di Indonesia pada umumnya atau Sumbar secara khusus, baru para ilmuwan dari berbagai disiplin ini. Hal itu bukan lah sesuatu yang buruk. "Kalau ilmuwan, secara umum melihat dari kacamata fakta yang terjadi. Sedangkan intelektual, menggali fakta jadi sebuah cerita sehingga jadi referensi untuk berbagai pihak," kata Taufik, dalam dialog ringan sembari mencicipi kuliner seafood di kawasan Danau Cimpago, Padang, Rabu malam.

Kemunculan era reformasi pada 1998, menurut mantan Ketua LIPI ini, tak membawa pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan intelektual baru. "Saya telah memprediksi soal spiral kebodohan ini yang akhirnay menyebabkan minimnya kelahiran intelektual, sejak 15 tahun lalu. Sekarang, prediksi saya ini terbukti. Ilmuwan kita yang banyak sekarang ini, harus mengubah cara berpikirnya agar bisa jadi seorang intelektual," tegas pria yang sudah sepuh ini.

Pidato kebudayaan ini, sekaligus merupakan persiapan pendirian Museum Wartawan Martias Pandoe, yang akan dibangun di Puncak Lawang, Kabupaten Agam. Kegiatan yang diikuti sekitar 250 orang lebih mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya ini, juga dihadiri anak Martias Pandoe, Zola Pandoe beserta istrinya, Corry Saidan.

Juga tampil sebagai pembicara, Buya Masoed Abidin yang berbicara tentang Siapa Martias Pandoe, wartawan Harian Kompas yang hidupnya melintasi tiga zaman. Di usia senjanya, sosok Martias Pandoe juga terus menjadi kolumnis di koran lokal. Selain itu, dia juga menerbitkan buku berjudul, 'A Nan Takana' (2001) dan 'Jernih Melihat Cermat Mencatat' (2010). (kyo)

Baca juga: Hibah PWI Sumut Tahun 2023 Belum Cair, Ilyas Sitorus: Ini Masalah Administrasi Semata

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: