Rapor dari Fraksi Gerindra DPRD, Mahyeldi-Audy Dapat Nilai C Minus, Ini 12 Indikatornya
11. Problem Sosial
A. Sumatera Barat masuk dalam daftar 10 daerah dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia. Kementerian Agama merilis, dari 45 ribu perkawinan, 8 ribu atau sekitar 20 persen diantaranya, berakhir dengan perceraian. Sedangkan BPS mencatat, pada tahun 2021 terjadi 9.371 kasus perceraian, dengan rincian 2.372 kasus Cerai Talak dan 6.999 kasus cerai gugat.
Tinggi angka perceraian merupakan fenomena yang harus segera dicarikan solusinya. Pemprov melalui pihak terkait perlu merunut akar persoalannya, karena sebuah perceraian dipicu oleh banyak faktor, terutama kurangnya pengetahuan tentang keluarga Sakinah dan ketidak mampuan pasangan pengantin menata ekonomi.
B. Selain persoalan tingginya angka perceraian, Sumatera Barat juga dicatat sebagai daerah dengan jumlah LGBT terbanyak. Mengutip data hasil tim konselir penelitian perkembangan penyakit HIV-AIDS, angka LGBT di Sumbar pada posisi tahun 2019 tercatat 18.000 orang. Meski belum ada laporan terbaru, namun populasi LGBT di Ranah Minang ini diperkirakan sudah semakin jauh lebih banyak.
Perilaku-perilaku seperti ini kami nilai sudah tidak mencerminkan Sumbar sebagai daerah yang menganut Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Ini juga menandakan kepedulian atau kepekaan gubernur terhadap masalah sosial dan agama yang tak terlihat, jika tidak mau dikatakan tidak ada. Menurut hemat kami, solusinya adalah pemerintah provinsi perlu duduk bersama dengan pemerintah kabupaten kota untuk penanganan persoalan-persoalan sosial dan agama ini.
12. Koordinasi Lintas Pemerintah
Salah satu strategi percepatan pembangunan daerah adalah adanya sinergisitas dan kolaborasi yang kongret antara pemerintahan kabupaten dan kota serta pemerintah pusat.
Berdasarkan informasi dan kondisi yang terjadi, bahwa selama ini kami menangkap sering terjadinya kegagalan Sdr Gubernur melakukan koordinasi dan komunikasi dengan kabupaten kota.
Pelaksanaan program dan kegiatan Pemrov cenderung berjalan sendiri-sendiri. Setidaknya, hal ini tergambar saat kegiatan rapat rapat koordinasi dengan Bupati dan Walikota ternyata yang hadir bukan Kepala Daerahnya.
Bukan hanya dengan Kabupaten dan Kota saja, tapi kami juga membaca adanya penurunan ualitas komunikasi dan koordinasi Sdr Guernur dengan Pemerintaha Pusat, sehingga program dan kegiatan pembangunan di daerah yang berpotensi dapat dibiayai APBN tidak diapatkan.
Berbeda jauh dengan Pemrov Bali misalnya, yang mendapatkn alokasi APBN sebesar Rp2,5 triliun untuk pembangunan pusat gedung kebudayaan bertaraf internasional.
sekat dalam bentuk tersumbatnya komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat. Hal ini bisa dilihat dengan masih rendahnya sisi pendapatan Transfer Daerah, terutama DAK Fisik. Fraksi Partai Gerindra melihat dalam tiga tahun belakangan, jumlahnya juga tidak menggairahkan. Ketika Provinsi lain mampu manggaet APBN dengan nilai Triliun Rupiah, Sumbar hanya mampu menggaet DAK Fisik Rp 387 miliar.
Begitu juga dengan kualitas hubungan antara Ranah dengan Rantau. Potensi perantau yang tersebar di berbagai sektor dan lembaga sesungguhnya adalah potensi besar untuk bersama sama mempercepat pembangunan Ranah ini.
Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:
Berita Terkait
- Majelis BPSK Padang Temui Wakil Ketua DPRD Sumbar, Ini yang Dibicarakan
- Debat Pamungkas Pilgub Sumbar Diwarnai Saling Sindir dan Isak Tangis
- Pemprov Sumbar Bangun Sinergisitas Pemungutan Opsen Pajak Daerah
- 202 Personel Protokol Ikuti Bimtek, Ini Arahan Andri Yulika
- Pemprov Sumbar akan Bangun Kantor MUI 5 Lantai, Telan Dana Rp24 Miliar