Penyesuaian Harga BBM jadi Tantangan Pengendalian Inflasi Sumatera Barat, Ini Penjelasan BI
PADANG (19/9/2022) - Pemulihan ekonomi diujung pandemi covid19 telah meningkatkan permintaan begitu tinggi terhadap barang dan jasa, termasuk terhadap komoditas pangan. Kemudian, dibarengi dengan terjadinya ketidakstabilan kondisi ekonomi makro global dan perang Rusia Ukraina yang menyebabkan terjadinya gangguan pasokan BBM dunia dan berbagai komoditas seperti pupuk, kedele, terigu.
Di dalam negeri juga terjadi curah hujan yang tinggi di beberapa daerah termasuk di Sumatera Barat. Kondisi tersebut beriringan dengan tingginya permintaan terhadap komoditas pangan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2022, seiring dengan bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan liburan anak sekolah tahun 2022.
"Dengan gambaran kondisi di atas, secara global, dunia dibayangi stagflasi yaitu pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau turun serta inflasi yang tinggi," ungkap Kepala BI Sumbar, Wahyu Purnama A saat Pencanangan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Provinsi Sumatera Barat, di Padang, Senin.
Di Indonesia, ungkap Wahyu, inflasi nasional bulan Juli mencapai 4,94%, melewati target 3% +- 1%. Di beberapa daerah terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi, yang berasal dari komoditas volatile foods. Termasuk pula di provinsi Sumatera Barat yang puncaknya terjadi pada bulan Juli 2022, dengan inflasi tahunan volatile food mencapai 19,55% (yoy) dan inflasi umum tahunan mencapai 8,01%.
Baca juga: Asisten II Agam Ikuti Rakor Pengendalian Inflasi, Kenaikan Harga Minyak Goreng jadi Perhatian
Pada bulan Agustus 2022, dengan terjadinya deflasi sebesar 0,95%, Realisasi inflasi Sumatera Barat, secara tahunan turun menjadi sebesar 7,11% (yoy) dan inflasi volatile food turun menjadi 13,80%. Namun angka tersebut masih jauh di atas sasaran target inflasi nasional yang sebesar 3 1%, dan juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi tahunan Sumatera Barat dalam tiga tahun terakhir (2019-2021) yang sebesar 1,96% (yoy).
"Realisasi inflasi tersebut menjadikan Sumatera Barat menjadi provinsi dengan peringkat inflasi ke-2 tertinggi secara nasional," ungkap Wahyu.
Realisasi inflasi di Sumatera Barat hingga Agustus 2022, terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile foods yakni cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, beras, tomat, cabai hijau, daging sapi dan beberapa jenis ikan, sebagai dampak dari keterbatasan pasokan komoditas pangan tersebut akibat curah hujan yang tinggi, kenaikan biaya produksi karena peningkatan harga pupuk dan harga pakan unggas.
Selanjutnya, berdasarkan pemantauan harga pada minggu 1 dan ke-2 September 2022 ini, harga beberapa komoditas volatile food juga menunjukkan tren peningkatan yakni beras, daging ayam ras, daging sapi dan telur ayam ras.
Baca juga: Berhasil Atasi Inflasi, 33 Pemerintahan Daerah Dapat Insentif Fiskal dari Kemenkeu
Di samping itu, tekanan inflasi Sumatera Barat juga dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas administered price, terutama angkutan udara (pada bulan Juli memiliki andil kedua setelah cabai), tarif dasar listrik, dan bahan bakar rumah tangga/LPG).
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Potensi Pertanian dan EBT Sumbar Belum Tergarap, Audy Joinaldy: Pemerintah Terkendala Hilirisasi dan Investasi
- Polda Sumbar Tanam Jagung Manis untuk Sukseskan Asta Cita Presiden Prabowo, Ini Harapan Muhidi
- Pemprov Sumbar dan BPH Migas Sepakat Pertajam Pengawasan Penyaluran BBM dan Gas
- Nilai Proyek Fly Over Sitinjau Lauik Tembus Rp2,7 Triliun, Audy: Melalui Skema KPBU Bank Nagari Sanggupi Rp500 Miliar
- Dharmasraya Alami Deflasi Periode Oktober 2024