Eksploitasi Besar-besaran di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai
*Andi ST MT
Pemanfaatan sempadan sungai menjadi bagian dari objek wisata merupakan bentuk pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Pada pasal 15 di aturan tersebut berbunyi; jika terdapat bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai.
Untuk garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan tiga meter. Semakin dalam sungai, maka jaraknya semakin jauh. Sedangkan untuk sungai bertanggul dalam perkotaan ditentukkan paling sedikit berjarak tiga meter.
Persoalan besar yang terjadi terhadap kawasan Cagar Alam Lembah Anai saat ini, yaitu masyarakat menduduki dan memanfaatkan kawasan Cagar Alam terutama sempadan sungai, kemudian membangun objek-objek wisata dan kegiatan komersil lainnya di kawasan tersebut.
Berbagai aktifitas sosial ekonomi kemasyarakatan yang tidak terkendali di kawasan suaka alam/ cagar alam ini tentunya dapat mengganggu kelangsungan ekosistem yang ada didalamnya serta dapat merusak bentang alam kawasan Cagar Alam Lembah Anai.
Tingginya aktifitas di kawasan Lembah Anai saat ini membuat semakin tinggi tekanan terhadap eksistensi kawasan Cagar Alam. Bentuk pengalihan/ konversi fungsi lahan dan pemanfaatan lahan dari kawasan hutan menjadi tempat objek wisata, cafe maupun restoran akan menimbulkan permasalahan berupa kerusakan ekosistem.
Hal ini sesuai dengan Undang Undang No 5 Tahun 1990 pada pasal 19 dimana setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam. Kegiatan perubahan keutuhan kawasan suaka alam sebagai mana dimaksud mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa yang tidak asli.
Pengembangan kegiatan wisata dengan mendirikan bangunan serta fasilitas penunjang lainnya didalam kawasan Cagar Alam merupakan bentuk ekploitasi besar-besaran terhadap kawasan Cagar Alam Lembah Anai.
Bentuk kegiatan dan pembangunan tentunya harus mempunyai izin dalam pengembangannya. Upaya dalam melakukan pemanfaatan hutan, diperlukan izin yang diterbitkan oleh pejabat berwenang seperti; izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil di daerah yang telah ditentukan.
Perizinan di kawasan hutan tentunya tidak seperti perizinan di tanah atau lahan milik pribadi yang mempunyai legalitas kepemilikan seperti Sertifikat Hak Milik (SHM). Pada umumnya untuk mendirikan sebuah bangunan tersebut harus mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) terlebih dahulu ke pemerintah daerah setempat.
Pemanfaatan lahan di kawasan hutan lindung/ cagar alam memiliki aturan perizinan tersendiri karena ini adalah tanah milik negara. Izin pemanfaatan hutan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007 dan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
*Pemerhati Kota
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi