Sumbar Raih Penghargaan Menteri ATR/BPN, Sukses Dukung Program Sertipikasi Tanah Ulayat

Senin, 09 September 2024, 19:45 WIB | Provinsi Sumatera Barat
Sumbar Raih Penghargaan Menteri ATR/BPN, Sukses Dukung Program Sertipikasi Tanah Ulayat
Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono menyerahkan penghargaan pada Kadis Perkimtan Sumbar, Rifda Suriani pada 'International Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and Asean Countries' di Bandung, Kamis (5/9/2024). (humas)

PADANG (9/9/2024) -- Kementerian ATR/BPN nobatkan Sumatera Barat sebagai salah satu daerah penerima penghargaan untuk pihak-pihak yang berkontribusi mendukung Sertifikasi Tanah Ulayat serta memberi keadilan bagi Masyarakat Hukum Adat di Indonesia.

"Alhamdulillah, penghargaan ini akan jadi motivasi bagi kita untuk terus menjaga dan menghormati hak tanah ulayat di Sumatera Barat," ungkap Mahyeldi di Padang, Senin (9/9/2024).

Baca juga: Menteri ATR/BPN Lihat Banyak 'Malaikat' di Pekanbaru, Ini Alasannya

Penghargaan ini diserahkan Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono pada Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sumbar, Rifda Suriani mewakili gubernur, disela acara 'International Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and Asean Countries' di Bandung, Kamis (5/9/2024).

Apresiasi ini diberikan kepada individu maupun pemerintah/lembaga/universitas. Kontribusi berupa dukungan penelitian dari universitas, dinilai telah membantu memperkuat kebijakan terkait pendaftaran tanah ulayat.

Baca juga: Konflik Lahan, Syamsuar Minta Menteri ATR/BPN Prioritaskan Kunjungi Riau

Terbukti dari capaian sertipikasi tanah ulayat, terdapat 24 Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) tanah ulayat yang mencakup hampir 850.000 hektare tanah di Sumatera Barat, Papua, Jawa Barat, Bali dan Jambi.

Dikatakan, pemerintah memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat.

Termasuk hak ulayat, yang keberadaanya tidak hanya dijamin dalam konstitusi Negara Republik Indonesia tetapi juga diatur secara tegas dalam UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Pasal 3).

Pengakuan tersebut juga jadi perhatian dan komitmen global yang tertuang dalam berbagai konvensi internasional, seperti The United Nations Charter 1945 dan International Labor Organitation Convention 169 di Geneva Tahun 1989 yang mendeklarasikan Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries.

"Jadi, tanah ulayat itu tidak hanya diakui oleh negara. Secara internasional, juga diakui keberadaannya dan dihormati kepemilikannya," ulas Mahyeldi.

Dikatakan, tanah hak ulayat masyarakat hukum adat di Sumbar pada umumnya adalah tanah ulayat masyarakat adat Minangkabau dengan sistem kekerabatan matrilineal, suatu sistem kekerabatan unik yang masih eksis di dunia.

Wilayahnya di Sumatera Barat meliputi 19 kabupaten/kota, dapat mempunyai kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatannya.

Kepastian hukum tersebut berlaku bagi kesatuan dan kelompok anggota masyarakat hukum adat, maupun bagi pihak luar yang akan memanfaatkan tanah ulayat.

Kepastian hukum itu diberikan melalui pendaftaran tanah ulayat. Diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Eksistensi tanah ulayat masyarakat hukum adat, masih banyak tersebar di berbagai daerah kabupaten/kota di Sumbar. Memiliki peran sentral bagi kehidupan dan pengidupan masyarakat.

Bahkan, tanah ulayat menjadi salah satu penopang ketahanan nasional ketika terjadi krisis, karena masyarakat masih memiliki tanah milik bersama sebagai sumber penghasilan dan penghidupan mereka.

Disisi lain, tanah ulayat juga identitas bagi masyarakat adat yang berdimensi sosial, politik, budaya, dan agama, yang harus dipertahankan karena sebagai penentu eksistensinya.

Hanya saja, selama ini secara adat tanah ulayat tidak dikenal adanya pencatatan tertulis. Batas-batas tanah ulayat biasanya hanya ditentukan dengan tanda-tanda alam saja.

Ini tentu mudah sekali berubah, dan tidak dapat memberi kapastian.

"Selaku pemerintah daerah, kita sangat mendukung penuh kebijakan pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat, yang telah secara resmi dicanangkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN pada tanggal 29 Februari 2024," ungkap dia.

"Apalagi setahun sebelumnya kita ditetapkan menjadi salah satu provinsi Pilot Projek kebijakan ini," tambah Mahyeldi.

Melalui kebijakan tersebut, maka tanah ulayat di Sumbar dapat dicatat dan disertifikatkan. Untuk tanah ulayat Nagari, dapat diberikan dalam bentuk sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) dengan pemegang hak atas nama Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Terhadap tanah ulayat Kaum/Suku dapat dicatat dan diberikan sertifikat Hak Milik (HM) atas Nama Kaum/Suku, karena kewenangannya bersifat keperdataan.

Adanya kepastian hukum tanah ulayat ini, diyakini dapat meminimalisir sengketa dan konflik tanah ulayat.

Selain itu, juga membuka peluang dan potensi besar tanah ulayat untuk dikembangkan serta dikerjasamakan melalui skema investasi.

Sejak Sumbar ditetapkan jadi pilot projek, hingga kini di Sumbar telah berhasil diterbitkan 9 bidang tanah ulayat nagari dengan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Kerapatan Adat Nagari.

Dengan total lahan seluas 242,04 Ha yaitu 3 di masing-masing Nagari Sungai Sungayang dan Nagari Tanjung Bonai Kabupaten Tanah Datar.

Kemudian, 2 di Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang dan 1 di Nagari Sungai Kumayang Kabupaten Limapuluh Kota.

"Kita berharap, dengan pendaftaran tanah ulayat ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kita."

"Karena tanah ulayat tersebut dapat dikerjasaman untuk sektor pariwisata, pendidikan, kebudayaan, pertanian, dan pertambangan."

"Apalagi Sumbar dikenal memiliki tanah yang subur, pesona alam yang indah, kebudayaan yang religius, serta sumber daya alam yang berlimpah," pungkasnya. (adv)

Editor: Mangindo Kayo

Bagikan: