Ombudsman RI Temui Gubernur Sumbar, Klarifikasi 'Konflik' PT LIN dan KPP MAK

Sabtu, 17 Agustus 2024, 13:15 WIB | Bisnis | Provinsi Sumatera Barat
Ombudsman RI Temui Gubernur Sumbar, Klarifikasi 'Konflik' PT LIN dan KPP MAK
Gubernur Sumbar, Mahyeldi bersama Anggota Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI), Yeka Hendra Fatika bahas permasalahan pelayanan publik perkelapasawitan di Pasbar di Istana Gubernuran Sumbar, Kamis. (humas)

PADANG (15/8/2024) -- Anggota Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI),Yeka Hendra Fatika klarifikasi permasalahan pelayanan publik perkelapasawitan di Pasbar dengan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi.

Yeka Hendra Fatika mintai keterangan terkait konflik antara PT Laras Inter Nusa (PT LIN) dengan Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali (KPP MAK) Pasaman Barat, di Istana Gubernuran Sumbar, Kamis.

"Kita berharap forum diskusi ini dapat menjadi momentum untuk mencapai kesepakatan, yang dapat diterima semua pihak dan sesuai dengan peraturan/ketentuan terkait permasalahan yang sedang terjadi di Kinali, Kabupaten Pasaman Barat," ucap Mahyeldi.

Pada kesempatan itu, di menjelaskan, Sumbar merupakan salah satu daerah penghasil minyak kelapa sawit/Crude Palm Oil (CPO) dengan luas areal 439 ribu hektar.

"Lahan itu dikelola perusahaan perkebunan baik swasta ataupun pemerintah, seluas 188.000 hektar (43%) dan sisanya 251 ribu hektar (57%) dikelola oleh perkebunan rakyat," ungkap Mahyeldi.

Dalam perkembangannya, pola hubungan antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar mengalami berbagai dinamika.

Hal ini tentunya sudah diatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan agar dapat berlangsung harmonis, saling menguntungkan, dan berkelanjutan.

"Salah satu norma/ketentuan tersebut adalah kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) untuk masyarakat sekitar oleh perusahaan perkebunan, yang dimulai sejak terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan," terang Mahyeldi.

Ia menerangkan, sebagaimana telah diubah lewat Peraturan Menteri Pertanian No 98 Tahun 2013 dan diperkuat dengan UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah dengan UU No 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

"Kewajiban FPKM menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan di daerah perkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar kebun dengan tetap memperhatikan profitas dan keuntungan perusahaan."

"Lebih lanjut kewajiban FPKM diatur dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomot 18 Tahun 2021," terangnya.

Halaman:

Penulis: Al Imran
Editor: Mangindo Kayo
Sumber:

Bagikan: