Analogi Menag Soal Adzan Dinilai Keliru, LKAAM Sumbar: Kebangetan yang Dilakukannya
Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag RI, Thobib Al Asyhar menegaskan, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara adzan dengan suara anjing. Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.
"Menag tengah mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara," tegas Thobib Al-Asyhar dalam siaran pers yang diterima, Kamis.
Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) No 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa, dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.
Sehingga, perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.
"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara," jelasnya.
"Jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga," terangnya.
"Jadi, dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga," tuturnya.
Menag, lanjut Thobib, tidak melarang masjid-musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam. Edaran yang Menag terbitkan hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
"Jadi, yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu, sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.
"Pedoman seperti ini, sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," tandasnya. (kyo)
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Bapemperda DPRD Sumbar Konsultasikan Prolegda Tahun 2025 ke Kemendagri, Ini Hasilnya
- Perwira Polisi Ditembak di Solok Selatan, Ini Analisis PBHI Sumbar
- Majelis BPSK Padang Temui Wakil Ketua DPRD Sumbar, Ini yang Dibicarakan
- Debat Pamungkas Pilgub Sumbar Diwarnai Saling Sindir dan Isak Tangis
- Pemprov Sumbar Bangun Sinergisitas Pemungutan Opsen Pajak Daerah