Tugu Linggarjati, Sejarawan Publik dan Polemik Sejarah yang Bergelimpangan
Kemudian, peneliti genealogi, jurnalis, perusahaan konsultan, editor, kurator, perpustakaan sejarah, penerjemah, website designer, atau pun yang lebih kekinian tampak seperti youtuber yang memuat konten-konten sejarah. Dan, beragam karier lainnya yang membutuhkan daya creatifity yang adiluhung.
Hal tersebut dibenarkan sejarawan Universitas Andalas, Prof Gusti Asnan. Menurutnya, sejarawan publik merupakan seseorang atau sekelompok orang kreatif dan inovatif.
"Sebagai salah satu kebutuhan agar sejarah dapat dipahami bukan hanya oleh kalangan akademis, tetapi juga oleh masyarakat awam. Penulisan sejarah publik dibuat sedapat mungkin dekat dengan kehidupan sehari-hari. Intinya, mempopulerkan dan mendekatkan pengetahuan sejarah di ruang publik," ungkapnya dalam sebuah kesempatan.
Baca juga: Ketua DPRD Sumbar Ingatkan Siswa SMAN 16 Padang Jauhi Tawuran, Narkoba dan Pergaulan Bebas
"Tidak selamanya, sejarawan publik berasal dari mereka menggeluti pendidikan sejarah secara akademik, baik di tingkat sarjana, magister, bahkan doktor. Melainkan mereka yang hanya menaruh cinta terhadap sejarah dan menerapkannya ke khalayak, bisa juga disebut sebagai sejarawan publik."
"Tentu bagi mereka, yang telah tamat dari jurusan ilmu sejarah, memiliki peluang besar untuk lebih profesional bergiat di bidang keilmuannya, karena telah didasari oleh kaidah metodologi dan sistematika yang mapan," tambahnya.
"Adapun mahasiswa-mahasiswa saya juga pernah bergiat di bidang sejarah publik ini, Budi Putra, Fajar Rusvan, Imelda Sari dan juga masih ada beberapa yang lain," tambahnya dengan antusias.
Gusti Asnan berharap, publik tidak lagi diusik dengan adanya pemberitaan, rumah sejarah yang diabaikan pemerintah, tugu yang dibongkar, bahkan peninggalan sejarah digunakan sebagai tempat berbuat asusila. Serta beragam kasus lain yang membuat darah mendidih mendengarnya.
Kasus pembongkaran Tugu Linggarjati yang terjadi di Kota Padang, menurut Gusti, bukti nyata bahwa masih terdapat oknum pengambilan dasar kebijakan, belum memiliki kesadaran sejarah. "Bukankah dengan tidak melibatkan sejarawan dan tokoh masyarakat lain yang paham akan khasanah masa lampau, membuat kita berasumsi demikian," terangnya.
"Ya, bagi sebagian kalangan berpandangan bahwa itu hanya berupa sebuah tugu biasa, namun jikalau dilihat dengan kacamata perjalanan peradaban bangsa ini, di sana bersemayam informasi mengenai masa silam yang memiliki makna hebat menyertainya," tambah Gusti Asnan. (rls)
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Ada 6 TPS Khusus di Pilkada Padang 2024, Juga Ada Tempat Tertentu, Ini Lokasinya
- Debat Pamungkas Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Berlangsung 3,5 Jam
- Reses Dapil Masa Sidang I ke Kecamatan Nanggalo, Evi Yandri Terima 30 Aspirasi Warga
- LUTD PLN, Wujudkan Mimpi Asmanidar 'Bertemu' Prabowo-Gibran
- Debat Pilkada Padang 2024, Cawakonya Lulusan Luar Negeri, Panelisnya Dosen dan Akuntan
Ini Link Real Count dan Cara Melihat Hasil Pilkada Sumatera Barat 2024
News - 27 November 2024
Mahyeldi Mencoblos di TPS 05 Kelurahan Jati Baru
News - 27 November 2024