Tugu Linggarjati, Sejarawan Publik dan Polemik Sejarah yang Bergelimpangan
VALORAnews - Direktur Eksekutif JC Institute, Sri Haryati Putri menilai, tugu bernilai sejarah yang telah dihancurkan, tidak akan memiliki nilai yang sama dengan bentuk tugu aslinya. Meskipun telah dibangun ulang menjadi lebih bagus dengan ornamen tambahan untuk memperindahnya.
"Dia sangat berbeda dengan pemugaran. Misalnya, Tugu Perlawanan Rakyat Silungkang, tetap dipertahankan sesuai bentuk aslinya meski ada pembangunan setelahnya," ungkap Sri, Rabu (3/2/2021), mengomentari kasus pembongkaran Tugu Linggarjati di Kota Padang.
Meskipun telah diklarifikasi oleh pihak berwenang, bahwasanya Tugu Linggarjati akan dibangun kembali, menurut Sri, perlu ditelusuri kembali, apakah pembongkaran Tugu Linggarjati hanya terkait dengan persoalan teknis atau memang sedari awal telah termasuk ke dalam perencanaan.
"Kesadaran sejarah anak bangsa, diuji dengan adanya hal-hal seperti ini," kata Sri mengkritisi.
Baca juga: Majelis BPSK Padang Temui Wakil Ketua DPRD Sumbar, Ini yang Dibicarakan
Kejadian dibongkarnya Tugu Linggarjati ini, terangnya, membuktikan bahwa paradigma masa lalu identik dengan sesuatu yang telah "pudur," usang, kuno dan beragam perumpamaan kedaluwarsa lainnya, nyata adanya di masyarakat luas. "Kejadian di waktu silam, berada di lubuk yang paling dalam sehingga memang pantas untuk dibungkam," katanya beranalogi.
Hal ini terjadi, terang dia, akibat dunia pendidikan di negeri ini masih menganggap kajian ilmu sejarah hanyalah pengetahuan yang telah lapuk dan mesti dikubur. Oleh karenanya, kajian sejarah lebih cenderung dianaktirikan dalam bidang keilmuan, dibandingkan dengan ilmu sains yang lebih mendapat tempat dan banyak peminat.
Kendati di tengah situasi bangsa dan sejumlah elite daerah yang tidak memihak kepada peninggalan yang berbau sejarah, setidaknya masih dapat ditemukan sebagian kecil elemen civil society yang memiliki konsentrasi dalam pengembangan kesadaran sejarah.
"Mereka dianggap sebagai agen yang berusaha menyelamatkan aset sejarah. Mereka biasanya identik dengan melakukan proses kerja kreatif dalam mengembangkan usahanya. Lazimnya, profesi yang digeluti bertujuan untuk mentransfer nilai-nilai kearifan dari pengetahuan dan kemampuan interpretasi sejarah ke khalayak ramai. Mereka disebut dengan sejarawan publik (public historian)," ungkap Sri.
Baca juga: Ketua DPRD Sumbar Ingatkan Siswa SMAN 16 Padang Jauhi Tawuran, Narkoba dan Pergaulan Bebas
Sejarawan publik bertekun untuk mempraktikkan sejarah di luar ruang kelas. Berbeda dengan kelaziman pembelajaran sejarah di ranah akademik sebagaimana mestinya. Adapun beberapa profesi yang tergolong ke dalam sejarawan publik, di antaranya: penulis novel fiksi sejarah, pembuat film dokumenter sejarah, penulis biografi, pemandu wisata sejarah, pendiri atau pembuat rumah sejarah.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Debat Pamungkas Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Berlangsung 3,5 Jam
- Reses Dapil Masa Sidang I ke Kecamatan Nanggalo, Evi Yandri Terima 30 Aspirasi Warga
- LUTD PLN, Wujudkan Mimpi Asmanidar 'Bertemu' Prabowo-Gibran
- Debat Pilkada Padang 2024, Cawakonya Lulusan Luar Negeri, Panelisnya Dosen dan Akuntan
- Kombes Ferry Harahap Wisuda Gelar Doktor Administrasi Publik, Ini Harapan Plt Gubernur Sumbar