16 Panghulu Nagari Bayua Dilewakan: Kata Bachtiar Chamsyah, Bukan Orang Minang Jika Memilih Pemimpin Munafik

Sabtu, 08 April 2017, 21:36 WIB | Wisata | Kab. Agam
16 Panghulu Nagari Bayua Dilewakan: Kata Bachtiar Chamsyah, Bukan Orang Minang Jika...
Tokoh Nagari Bayua, Agam, Bachtiar Chamsyah Dt Marajo Nan Sati, memberikan sambutan pada Batagak Panghulu 16 orang dari enam suku di nagari itu, Sabtu (8/4/2017), di halaman Mesjid Raya Bayua. (humas)

VALORAnews -- Batagak Panghulu Nagari Bayua telah 12 tahun terakhir tidak dilakukan. Pada 2017 ini, sebanyak 16 panghulu dilewakan dari sejumlah kaum yang ada di nagari yang berada di pinggir Danau Maninjau itu. Pelantikan ini diwarnai hujan deras, namun tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk tetap bertahan menyaksikan prosesi malewakan gala para panghulunya.

"Inilah kebangkitan masyarakat Nagari Bayua. Semangat bersatu padu dalam membangun nagari sekaligus mengangkat peristiwa langka budaya Minang di Baralek Basamo Batagak Panghulu Nagari Bayua," ucap Tokoh Nagari Bayua, Bachtiar Chamsyah Dt Marajo Nan Sati, saat memberikan sambutan dihadapan para undangan, di halaman Mesjid Raya Bayua, Sabtu (8/4/2017).

Dikatakan, malewakan gelar adat ini merupakan sebuah berkah sekaligus pertanda bahwa akan ada penguatan adat yaitu Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabulah di Nagari Bayua pada masa yang akan datang.

"Tidak ada lagi orang Minang khususnya Nagari Bayua, yang tidak menghormati agamanya. Islam adalah agama kita, al Quran dan alhadist adalah pedoman kita. Apabila ada orang Minang yang mengaku Islam tapi dia tidak melaksanakan syariat dan memilih pemimpin yang munafik, itu bukan orang Minang. Orang Minang itu beradat, orang Minang itu paham dengan adat, orang Minang itu patuh pada syariat, itulah filosofi Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabulah," ungkap mantan Mensos ini.

Baca juga: Nagari Bayua Baralek Pangulu Basamo, Bachtiar Chamsyah: Ini Bukan Menukar Adat

Dalam adat Minang, malewakan atau peresmian seorang panghulu, tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan saja, malahan keseluruhan suku dilingkupi dalam satu kesatuan adat berupa Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang nantinya akan terlibat langsung didalamnya. Peresmian haruslah berpedoman dalam petitih adat, Maangkek Rajo sakato Alam - Maangkek Panghulu sakato Kaum.

Sebelum itu, syarat-syarat pribadi seorang panghulu juga harus dilihat, dimana jabatan panghulu di Minangkabau diturunkan secara turun-temurun. Dari niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kamanakan. Dimana, yang berhak mendapat atau memakai gelar panghulu adalah kamanakan dekat, kamanakan di bawah daguak kata orang minang, artinya kemenakan yang setali darah menurut garis matrilineal.

Panghulu adalah pemimpin kaum, pembimbing anak-kamanakan dan menjadi niniak mamak di nagarinya. Maka dari itu seorang yang akan menjadi panghulu adalah orang yang memenuhi syarat kepemimpinan adat minangkabau.

Hadir pada batagak pangulu Suku Pili, Caniago, Tanjung, Guci, Koto dan Melayu itu, Wakil Bupati Agam, Trinda Farhan Satria Dt Tumangguang Putiah, Mantan Panglima TNI, Jenderal Djoko Santoso, Anggota DPR RI, Anggota DPRD Sumatera Barat dan Kabupaten Agam, Ketua KAN Bayur, Muchsis Malik Dt Rajo Lelo, Forkopimda Agam, perangkat Kecamatan Tanjung Raya, Wali Nagari Salingka Danau Maninjau dan Para Perantau. (rls/ham)

Baca juga: Gubernur Sumbar Lapeh Batagak Pangulu Suku Bodi Caniago Pakan Sinayan

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: