Retribusi Kuburan untuk Etnis Tionghoa Mencekik
VALORAnews -- Keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang No 11 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, "mengintimidasi" keturunan etnis Tionghoa. Sebab, biaya retribusi untuk satu kuburan, dilabeli tarif Rp250 ribu per meter persegi per dua tahun.
"Kami sudah beberapa kali mencoba melakukan pendekatan, tapi sejauh ini belum ada tanggapan. Pemko Padang selalu beralasan, tarif itu sudah sesuai Perda. Memang tarif itu telah sesuai Perda tapi keberadaan Perda 11/2011 ini terasa memberatkan masyarakat," ungkap salah seorang tokoh etnis Tionghoa di Padang, Albert Hendra Lukman, Rabu (15/4/2015).
Jika keberadaan sebuah Perda 11/2011 ini terasa memberatkan masyarakat, terang Albert, seharusnya pasal-pasal yang dikeluhkan warga bisa dibicarakan lagi. "Perda itu bukan lah kitab suci yang tidak bisa diubah. Jika ada masyarakat yang merasa terberatkan, harusnya bisa direvisi lagi. Mari kita rembukan lagi," urai Albert yang juga ketua Fraksi PDIP, PKB dan PBB DRPD Sumbar itu.
Dikatakan Albert, kuburan untuk warga etnis Tionghoa, memiliki ukuran 4x6 m. Dengan diameter seluas 24 meter persegi itu, jika dikali tarif Rp250 ribu per meter persegi, maka biaya yang harus dikeluarkan keluarga yang meningal sebesar Rp6 juta untuk dua tahun atau sebesar Rp3 juta per tahun.
Baca juga: 200 Warga Keturunan Tionghoa Jadi Mualaf
"Retribusi sebesar itu, terasa memberatkan bagi kami. Biaya retribusi sebesar itu, jauh lebih mahal dari pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di pusat kota. Ini terasa tak adil bagi kami Etnis Tionghoa," tegas Albert yang juga ketua DPC PDIP Padang itu.
Beratnya tarif retribusi untuk pemakaman ini, ungkap Albert yang merupakan warga Padang etnis Tionghoa, banyak dari warga etnis yang notabene lahir dan besar serta memiliki KTP Sumbar, untuk membakar jasad anggota keluarga yang meninggal. "Jika dibakar, abunya kan bisa disimpan di rumah," urai Albert.
"Etnis Tionghoa juga warga Kota Padang. Kami juga warga negara Indonesia (WNI). Kami membayar pajak dan melaksanakan kewajiban lainnya sebagai warga kota. Jadi, tolong perhatikan juga hak-hak kami," tegasnya.
Menurut Albert, warga keturunan sangat kooperatif dengan pemerintah kota. Ketika dilarang untuk berkubur di Bukik Gado-gado dengan alasan merusak pemandangan kota, warga keturunan menerima dengan lapang dada, walau lokasi itu telah dipakai sejak zaman penjajahan Belanda.
Baca juga: Muslim Tionghoa Bakal Bangun Masjid di Belakang Pondok
"Kami diminta pindah ke Bungus, kami menerima dan melaksanakannya. Sekarang, kami dibebankan pula dengan biaya tinggi, dasarnya apa. Kami yang etnis Tionghoa ini, tak semuanya orang berhasil di dunia bisnis. Tak semuanya kami berduit banyak," tegasnya.
Penulis:
Editor:
Sumber:
Berita Terkait
- Debat Pamungkas Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Berlangsung 3,5 Jam
- Reses Dapil Masa Sidang I ke Kecamatan Nanggalo, Evi Yandri Terima 30 Aspirasi Warga
- LUTD PLN, Wujudkan Mimpi Asmanidar 'Bertemu' Prabowo-Gibran
- Debat Pilkada Padang 2024, Cawakonya Lulusan Luar Negeri, Panelisnya Dosen dan Akuntan
- Kombes Ferry Harahap Wisuda Gelar Doktor Administrasi Publik, Ini Harapan Plt Gubernur Sumbar