Wacana Tiga Periode dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Alirman: Jubah Demokrasi Dikoyak

Sabtu, 09 April 2022, 23:35 WIB | News | Nasional
Wacana Tiga Periode dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Alirman: Jubah Demokrasi...
Senator DPD RI dari pemilihan Sumatera Barat, Alirman Sori (dua dari kiri) bersama Sekretaris Pengda JMSI Sumbar, Aguswanto (kiri), sejarawan politik FIB Unand, Hary Effendi Iskandar (dua dari kanan) dan moderator, Al Imran (kanan) dalam kegiatan sosialis

PADANG (9/4/2022) - Senator asal Sumatera Barat, Alirman Sori menyatakan, telah mendesak pimpinan DPD RI, segera menggelar sidang paripurna untuk menentukan sikap lembaga terhadap wacana yang berkembang di publik. Terutama soal wacana jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan presiden.

"Saya mengetuk hati para senator se-Indonesia, untuk segera menentukan sikap terkait wacana masa jabatan kepala negara ini. Saya yakin, tak satupun para senator bersedia melanggar konstitusi tentang masa jabatan presiden yang dua periode," tegas Alirman di Padang, Sabtu (9/4/2022).

Pernyataan itu disampaikan Alirman Sori, pada sosialisasi empat pilar MPR RI bersama Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (Pengda JMSI) Sumatera Barat. Bersama Alirman, juga tampil sebagai pemateri, sejarawan politik dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas (FIB Unand), Harry Effendi Iskandar.

Menurut Alirman, ada kelompok yang berniat ingin melanggar konstitusi yang telah disepakati secara bulat. Di dalam Pasal 7 UUD 1945 telah tegas dinyatakan, masa jabatan presiden hanya lima tahun. Boleh dipilih kembali untuk periode kedua selama lima tahun lagi.

Baca juga: Alirman Sori Himpun Masukan RUU Otoda, Memperjelas Definisi Pemerintahan dan Pejabat Daerah jadi Usulan

Selain melanggar konstitusi, timpal Harry Effendi, wacana perpanjangan ataupun tiga periode jabatan bagi presiden, sejatinya telah mengangkangi amanat reformasi 1998. Karena, reformasi itu lahir, salah satu cita-citanya adalah membatasi masa jabatan presiden yang hanya boleh diperpanjang untuk satu kali periode.

"Kini dimunculkan wacana tiga periode bahkan juga ada wacana perpanjangan. Ini sangat melukai amanat reformasi pada tiga windu lalu," tegas Hary yang tengah menyelesaikan program doktoral di Universitas Padjajaran itu.

Dikesempatan itu, Harry menilai, sistem pemilu terutama pemilihan kepala daerah di Indonesia, sudah mendesak untuk didesain ulang. Menurut dia, pemilihan kepala daerah secara langsung, telah menimbulkan kontestasi yang tak sehat juga, walau sama-sama berada dalam semangat otonomi daerah.

"Selayaknya ditinjau ulang, konsep otonomi daerah. Apakah sejak dari provinsi hingga kabupaten/kota, di tingkat provinsi saja atau tingkat kabupaten/kota saja," terangnya.

Baca juga: PEMILU 2024, Alirman Sori: Sistem Pemilihan Tanpa Edukasi, itu Nothing !

"Jika di tingkat provinsi, maka bupati dan wali kota ditunjuk gubernur sebagaimana halnya DKI Jakarta. Jika gubernur dinyatkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, maka kontestasi pemilihan kepala daerah akan ada di kabupaten/kota. Ini yang penting kita rumuskan segera, agar demokrasi ini bisa berjalan sehat," tegasnya.

Halaman:

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: