Mengisi Ruang Kosong, Refleksi di Hari Juang TNI AD

*Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo

Jumat, 14 Februari 2020 | Opini
Mengisi Ruang Kosong, Refleksi di Hari Juang TNI AD
Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo - Danrem 032 Wirabraja

Inovasi bisa dilakukan oleh siapa saja. Prinsipnya adalah tidak pernah puas dengan apa yang ada, selalu berusaha mencari sesuatu perubahan baru. Prajurit semestinya memegang ini, yaitu bersama-sama masyarakat menciptakan inovasi teknologi yang berguna bagi kepentingan orang banyak.

Kelima, penting dipahami bahwa sekarang yang dihadapi nyata adalah peperangan cyber dan perang tanpa senjata. Sandarannya adalah TI. Seluruh unsur TNI AD, mulai dari Bintara, Tamtama, maupun Perwira harus melek terhadap ini. Oleh karena itu bijak dan cerdas dalam memanfaatkan TI harus dipahami betul. TI harusnya jadi senjata untuk melumpuhkan lawan dan melakukan serangan balik. Jangan melawan TI, tapi bersahabatlah dengannya dan jadikan ia senjata sekaligus alat utama.

Kegagalan dalam memanfaatkan TI hanya berdampak negatif bagi individu dan satuan. Jangan sampai TI justru jadi boomerang, senjata yang makan tuannya sendiri. Karena itu, jajaran TNI AD wajib melek media, paham fungsi, kekuatan, sekaligus ancamannya.

Keenam, sejak masa Jenderal Soedirman dulu hingga sekarang, satu hal yang tak boleh berubah adalah kesatuan dengan rakyat. Tentara rakyat adalah slogan yang harus tertanam secara kuat. Kondisi rakyat mungkin berubah, dan jajaran TNI AD harus menyesuaikan diri dengannya. Karena itu, kreatifitas dan inovasi terkait dengan persoalan-persoalan kekinian di masyarakat, wajib dipahami.

Kalau sekarang rakyat terbentur pada masalah teknologi pertanian, TNI AD harus bisa hadir sebagai inovator. Jika bencana selalu menghantui, maka prajurit harus jadi garda terdepan memberikan rasa nyaman dan aman. Semua adalah dalam rangka menjalin kebersamaan dan keterikatan kuat dengan basisnya. Sishanta ada dalam posisi ini, karena itu pembinaan teritorial harus dikedepankan.

Sementara itu, secara global, persoalan menonjol saat ini adalah derasnya desakan dan rongrongan arus liberalisme di semua sisi. Jika dulu ada perseteruan kuat antara paham sosialisme dan kapitalisme, maka kekuatan besar sekarang adalah sisi kapitalisme yang didorong oleh kuatnya rongrongan liberalisme. Paham ini terus masuk dengan berbagai metode yang menggunakan TI sebagai senjata dan titiannya. Yang digerus adalah sisi ke Indonesiaan, pelan tapi pasti itu terus didesak dan mengikuti alurnya.

Konkrit dari paham ini adalah menguatnya aspek individualistis di kalangan masyarakat, sementara keguyuban dan kebersamaan mulai mengendor. Ini ancaman mendasar. Saat masyarakat lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang keserasian sosial bersama warga lain, disitulah kekuatan sudah hilang. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, maka kondisi tercerai berai inilah yang tampak nyata.

Bagi TNI AD, ini harus dilawan, bukan lagi diwaspadai, karena ia sudah menyerang. Jalinan sosial di masyarakat sudah menjadi ruang-ruang kosong. Kita yakin ruang itu masih ada, modal sosial masih kuat, tetapi tak lagi terisi dan berganti dengan ruang baru yang sebenarnya melemahkan. Masyarakat sudah masuk ke ruang baru yang isinya adalah individu-individu yang tak lagi saling percaya, semua berjalan sendiri-sendiri.

Sekilas itu tampak seperti kekuatan, padahal ia ibarat buih-buih di lautan yang tercerai berai. Disini, TNI AD harus mengambil tindakan, mengisi kembali ruang kosong, membangun lagi ikatan sosial yang masih bisa diselamatkan.

Perseteruan yang dipicu oleh kepentingan politik sesaat, nafsu politik individu, ternyata mampu membelah-belah ikatan sosial. Sifat kesukuan ditonjolkan, asal usul daerah jadi pedoman, bahkan silsilah keluarga ikut dibahas. Semua hanya untuk kepentingan sesaat untuk memuaskan syahwat politik belaka. Politik inipun bukan lagi untuk kebersamaan tapi jalinan kepentingan belaka.

Berlindung dibalik paham demokrasi dan otonomi daerah, bibit perpecahan dengan menonjolkan identitas masing-masing terus ditanamkan. Maka, rasa saling percaya diantara anak bangsa, menjadi kain tipis yang telah robek diberbagai sisi. Post Truth istilah sekarang, kebenaran yang semu dan tergantung siapa yang mampu menggalang opini tentang kebenaran itu.

Halaman:

*Danrem 032 Wirabraja

Bagikan:
Dr dr Zuhrah Taufiqa MBiomed.

Tanggulangi Stunting dengan Edukasi Gizi dan PMT Pangan...

Opini - 03 Mei 2024

Oleh: Dr dr Zuhrah Taufiqa MBiomed

Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Kesenjangan Pelayanan Kanker: Tantangan dan Harapan

Opini - 01 Mei 2024

Oleh: Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Muhammad Fadli.
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

Opini - 08 Maret 2024

Oleh: Dr Hary Efendi Iskandar

Dr. Hary Efendi Iskandar

Benarkah Gerakan Kampus Partisan

Opini - 27 Februari 2024

Oleh: Dr. Hary Efendi Iskandar