Perangkap Utang

*Dr Emeraldy Chatra

Minggu, 25 Juni 2023 | Opini
Perangkap Utang
Dosen FISIP Unand

Survei yang dilakukan MoneySavingExpert.com tahun 2014 menemukan 35% orang yang sakit mental adalah yang terlibat utang parah.

Hanya 6% dari mereka yang terjerat utang yang bebas dari penyakit mental.

Sementara survei yang dilakukan oleh penasehat utang dari Christians Against Poverty tahun 2013 menemukan 43% pengutang membutuhkan bantuan medis. 76% pasangan mengatakan hubungannya terganggu, dan 36% berpikir hendak bunuh diri (Lewis, Keefe & Curphey, 2014: 6).

Sebuah artikel berjudul The Emotional Effects of Debt yang dimuat oleh situs https://www.thesimpledollar.com/the-emotional-effects-of-debt/ menjelaskan kajian Dr. John Gathergood dari University of Nottingham tentang hubungan antara berutang dengan depresi.

Dari kajian itu Gathergood menemukan mereka yang berjuang melunasi utang mengalami masalah mental dua kali lebih berat dibandingkan mereka yang menderita penyakit mental lainnya. Mereka mengalami depresi dan ketakutan yang parah.

Tulisan itu juga menjelaskan bawa menurut survei Federal Reserve Board, rata-rata mahasiswa di AS lulus dengan beban utang USD 40.000. Seperlima dari mereka meminjam USD 50.000, dan 5,6% mempunyai utang lebih dari USD 100.000.

Artinya, pendidikan pun sekarang dijadikan umpan oleh rentenir untuk menjebak mangsanya.

Selain itu juga dijelaskan penelitian Social Science & Medicine tentang utang rumah tangga yang mempunyai dampak pada kesehatan mental dan fisik.

Penelitian itu memastikan bahwa tingginya utang berasosiasi dengan tingginya tingkat stres dan depresi.  

Apa tanda-tanda depresi? 

Ahli psikologi mengatakan gejala (symptom) depresi di antaranya adalah:
  • Merasa sedih hampir setiap hari.
  • Kehilangan minat pada hal-hal yang biasa dapat dinikmati.
  • Mengalami sakit kepala dan umumnya merasa stres.
  • Penurunan atau penambahan berat badan.
  • Merasa lelah atau kekurangan energi.
  • Menjadi ragu-ragu atau tidak mampu berkonsentrasi.
  • Merasa tidak berharga atau putus asa.
Pada kasus depresi berat, pikiran tentang bunuh diri mungkin terjadi 

Bagi masyarakat Minangkabau yang biasanya saciok bak ayam, sadanciang bak basi, depresi dapat menjadi tantangan kultural. 

Depresi dapat mendorong orang menjadi tidak lagi peduli kepada orang lain, tidak berminat memikirkan masalah-masalah bersama.

Kepribadian egoistis tumbuh di tengah masyarakat, demikian juga menurunnya kontrol emosi apabila berhadapan dengan masalah. 

 Depresi dapat memicu konflik antar pribadi bahkan sosial yang membuat ikatan antar warga menjadi turun ke titik terendah. (*)

Halaman:
1 2 3

*Dosen FISIP Unand

Bagikan:
Ramdalel Bagindo Ibrahim

Mengobati Luka Galodo dengan Hati dan Kelola Pikir

Opini - 17 Mei 2024

Oleh: Ramdalel Bagindo Ibrahim

Dr dr Zuhrah Taufiqa MBiomed.

Tanggulangi Stunting dengan Edukasi Gizi dan PMT Pangan...

Opini - 03 Mei 2024

Oleh: Dr dr Zuhrah Taufiqa MBiomed

Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Kesenjangan Pelayanan Kanker: Tantangan dan Harapan

Opini - 01 Mei 2024

Oleh: Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)