Peristiwa Mekah
*M Shamsi Ali
Dalam suasana kesedihan seperti ini memang sebaiknya kita tidak saling menyakahkan. Yang terbaik adalah saling mendoakan, khususnya untuk korban dan keluarga mereka, semoga peristiwa ini membawa kebaikan bagi mereka. Mereka husnul khatimah dan digolongkan ke dalam hamba-hambaNya yang syahid.
Akan tetapi di sisi lain hati yang lagi sedih ini juga cukup terusik. Betapa tidak, peristiwa demi peristiwa, dari tahun ke tahun kerap terjadi dan dalam skala yang sangat besar. Sejak peristiwa Mina tahun 1991 yang menewaskan begitu banyak jamaah haji Indonesia, tramped (saling tabrakan di Jamarat Mina, kebakaran tenda Mina, hingga ke jatuhnya crane di masjidil haram kemarin hari.
Memang haqqul yakin bahwa tidak akan terjadi dalam hidup ini kecuali dengan izin Allah. Tak sehelai daun yang akan terjatuh dari pohonnya kecuali dengan izinNya jua. Takdir Ilahi memang ada di atas segalanya. Ketika Allah berkehendak tak satupun yang mampu menolak.
Akan tetapi di satu sisi Allah juga telah menjadikan bahwa taqdirNya tidak diyakink sebagai sikap apatisme. Sebab itu merupakan satu sisi ekstremisme dalam menyikapi taqdir. Yaitu percaya jika manusia tidak punya pilihan terkecuali ikut kepada ketentuan langit. Jika and ingin kaya tidak perlu kerja. Cukup menunggu kekayaan yang akan turun dari langit. Ini apatisme dan bukan takdir.
Maka berbagai peristiwa tragis yang terjadi di musin haji itu seharusnya tidak saja dilihat dari sudut pandang keagamaan (baca takdir). Tapi harus dilihat secara menyeluruh, termasuk sampai di mana sesungguhnya pihak penyelenggara haji (pemerintah Saudi) bersungguh-sungguh dalam mencegaj terjadinya tragedi itu?
Terus terang sebagai seorang Muslim yang telah berhaji berkali-kali, bahkan ketika masih mahasiswa seringkali menjadi guide haji, baik sebagai temus (tenaga musim) maupun guide haji untuk travel-travel haji ONH plus. Selama berkali-kali haji itu sering saya memperhatikan cara kerja petugas haji di Saudi Arabia yang tersimpulkan dalam satu kata: cuek.
Jika anda turun dari pesawat dan memasuki area imigrasi anda akan merasakan sikap cuwek dan kurang peduli ini. Sedemikian letihnya jamaah, tapi seringkali petugas imimgrasi sibuk ngobrol di antara mereka. Banyak jamaah yang tidak paham bahasa atau Inggris, tapi hampir tidak ada yang membantu mereka apa yang harus dilakukan.
Sikap cuwek atau tepatnya tidak jeli dan teliti serta hati-hati, saya yakin, menjadi penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tragis dari masa ke masa. Dan pihak penyelenggara hanya akan serius menanganinya ketika peristiwa tragis itu terjadi. Sehingga seolah-olah riban nyawa manusia itu harus menjadi "percobaan" terlebih dahulu untuk dilakukannya perbaikan.
Terowongan Mina dijadikan dua arah setelah ratusan bahkan ribuan nyawa melayang. Pelebaran tempat pelemparam (Jamarat) di Mina tidak diperluas jika tidak terjadi desakan yang membawa maut. Jika bukan karena kebakaran yang merenggut nyawa banyak jamaah Asia Selatan ketika itu kemah permanen tidak akan dipasang.
Demikian juga dengan peristiwa jatuhnya crane ini. Kalau saja bukan karena jatuhnya di saat musim haji mungkin "dicuwekin" saja. Pihak penyelenggara tidak memikirkan keamanan jamaah, padahal crane bisa jatuh kapan saja walau bukan karena angin keras.
Seharusnya jauh sebelum jamaah berdatangan crane itu sudah diamankan ke daerah tertentu sehingga meyakinkan bahwa jamaah aman. Masalahnya sekali lagi adakah perhatian akan keamanan jamaah?
*Imam Masjid New York
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi