Siapa Berani Membela Sambo (1/3)
*Wina Armada Sukardi
KARIER Ferdy Sambo tamat sudah. Dia yang sebelumnya bagaikan hidup di awang-awang, kini justru menukik memasuki fase paling nadir dalam kehidupan dan penghidupannya. Dan itu terjadi sedemikian cepat.
Dua bintang yang menempel di pundak Sambo sudah dicopot. Jabatan mentereng Kadiv Propam pun sudah melayang. Keanggotaannya di Polri telah pula diberhentikan dengan tidak hormat.
Sebelumnya, telunjuk Sambo yang begitu berkuasa menentukan seorang polisi dapat digiring ke dalam sebuah sidang etik, masuk sel atau tidak, kini justru Sambo sendirilah yang duduk di kursi pesakitan sidang etik, dan harus meringkuk dalam jeruji besi.
Sambo juga masih harus menghadapi azab yang tak kalah keras. Dia dapat diancam hukuman mati atau seumur hidup. Sekurang-kurangnya 20 tahun penjara.
Tak heran jika para "loyalisnya" yang selama ini mengerubunginya dan memberikan puja-puji, sudah menjauhinya, terang-terangan atau secara terselubung.
Tak hanya itu, orang-orang atau polisi yang pernah dibantu pun tak lagi mengingat pertolongan yang pernah diberikan oleh Sambo kepada mereka. Kalau pun bertemu, mereka cuma berbasa-basi sebagai mantan atasan atau orang yang pernah menolong.
Selebihnya, Sambo dililit sepi yang sejati.
Kesengsaraan yang Sempurna
Sementara di luar urusan hukum formal, masyarakat mencela dan menghujatnya. Sambo menjadi sasaran kemarahan masyarakat.
Sambo dijadikan contoh manusia yang tidak bersyukur karena walaupun telah diberikan kekuasaan, kesejahteraan, istri yang telah memberikan tiga anak, bukan merawat amanah yang diberikan itu, tetapi malah melakukan dugaan pembunuhan yang meluntuhlantakan harkat dan martabatnya dan keluarganya.
Maka, di tulisan atau percakapan sehari-hari maupun media sosial, kita dapat mendengar ,"Dasar Sambo kelewat batas!" Atau "Karena tak dapat menjaga amanah, Sambo memang wajar dikasih hukuman kontan oleh Tuhan" dan sebagainya.
*Advokat
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi