Politisi PKS Usulkan PTKP Rp8 Juta per Bulan, Ini Alasannya

Kamis, 05 Januari 2023, 21:04 WIB | News | Nasional
Politisi PKS Usulkan PTKP Rp8 Juta per Bulan, Ini Alasannya
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati

JAKARTA (5/1/2023) - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menilai, Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta setahun atau Rp4,5 juta per bulan, tidak signifikan dalam melindungi masyarakat berpenghasilan menengah bawah.

"Dalam pada PP No 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, range masyarakat berpenghasilan di atas Rp5 juta hingga Rp20 juta per bulan, dikenakan pajak sebesar 15%. Ini jadi kurang adil, karena banyak kalangan pekerja dan milenial yang fresh graduate, berpenghasilan sedikit di atas Rp5 juta, dikenakan tarif pajak cukup besar, 15%," tegas Anis dalam pernyataan tertulis yang diterima, Selasa.

Politisi PKS tersebut ini juga menilai, kebijakan perpajakan terbaru ini kurang tepat diberlakukan sekarang. Karena, daya beli masyarakat masih rendah dan belum pulih dari pandemi Covid19. Kemudian, tingkat inflasi meningkat tajam, harga kebutuhan pokok yang terus naik dan tidak stabil.

Menurutnya, saat ini, uang gaji sebagian pekerja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Anis menyinggung usulan POKS pada 2019 terkait batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp8 juta per bulan atau kumulatif Rp96 juta per tahun.

Artinya, karyawan yang menerima penghasilan atau gaji Rp8 juta kebawah, terbebas dari PPh.

Menurutnya, usulan ini memberikan ruang perlindungan yang luas kepada masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, yang masih berada pada kondisi pemulihan ekonomi pasca Covid-19.

"Untuk merangsang perekonomian ke arah yang lebih baik, seharusnya pemerintah menggunakan instrumen fiskal secara selektif di antaranya pemotongan pajak, untuk golongan pekerja berpendapatan tertentu."

"Bukan malah sebaliknya, dengan menerapkan pajak yang tinggi bagi golongan menengah-bawah," ujar Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI ini.

Menurut Anis, ada beberapa catatan terkait kebijakan penyesuaian pajak penghasilan tersebut antara lain: perekonomian Indonesia stagnan dalam kurun lima tahun terakhir, Indonesia pernah memasuki fase resesi ekonomi selama empat triwulan atau satu tahun.

"Perekonomian nasional masih menghadapi tekanan dari kondisi ekonomi global saat ini, terlihat dari banyaknya PHK dan penutupan usaha, juga imbas kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2022, masih sangat memengaruhi tingginya harga berbagai kebutuhan pokok yang kian memberatkan masyarakat," katanya.

Halaman:

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: