Politisi PAN Ini Harapkan Hakim MK Pertahankan Sistem Proporsional Terbuka

Jumat, 30 Desember 2022, 22:11 WIB | News | Nasional
Politisi PAN Ini Harapkan Hakim MK Pertahankan Sistem Proporsional Terbuka
Anggota Fraksi Partai PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.

JAKARTA (30/12/2022) - Anggota Fraksi Partai PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay meminta Mahkamah Konstitusi (MK) berhati-hati dalam memutuskan perkara penggunaan sistem pemilu 2024.

MK diharapkan berdiri secara tegak dan adil. jangan sampai ada dugaan bahwa MK cenderung tidak berlaku adil, karena lebih memilih salah satu sistem daripada yang lainnya. MK juga diharapkan untuk tetap memilih sistem pemilu proporsional terbuka yang telah dipakai Indonesia sejak 2008.

Sistem proporsional terbuka merupakan putusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d dan e, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.

"Keputusan MK itu sudah benar. Buktinya, sudah dipakai berulang kali dalam pemilu kita. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014 dan 2019. Sejauh ini tidak ada kendala apa pun. Masyarakat menerimanya dengan baik," ungkap Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

Baca juga: Lahirkan 6 Butir Kesepakatan: Rapat dengan Komisi II DPR RI, KPU Komit Gunakan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Dikatakan, partisipasi politik masyarakat juga terbilang tinggi dengan menggunakan sistem tersebut. Dengan sistem itu, urai dia, siapa pun berpeluang untuk menang. "Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas," ujar Saleh.

Saleh sependapat dengan argumen Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi. Bahwa, sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.

Hal tersebut, merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif.

Lebih lanjut, dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak.

Menurutnya, memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem ini telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih.

"Argumen itu jelas tertuang dalam pertimbangan hukum majelis ketika itu. Tentu sangat aneh, jika argumen bagus dan rasional seperti itu dikalahkan."

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: