Bencana Dunia, Tanggung Jawab Kita
*Annisa Aulia
Kurun waktu dalam dua minggu ini, layar pemberitaan berbagai media dipenuhi wajah Ibu Kota Nepal, Khatmandu, yang mengalami bencana Gempa Bumi berkekuatan 7,9 SR pada Sabtu (25/4) lalu.
Tak ayal juga, bagaimana berbagai pihak menganalisis musibah yang terjadi di negeri timur ini dalam berbagai perspektif. Dari sudut geografis, Nepal dikondisikan sebagai daerah yang patahannya rawan gempa. Dari perspektif konsep bangunan, Nepal dikategorikan memiliki tata kota yang masih bertahan dengan bangunan kuno, sehingga rentan terhadap kerusakan.
Dan teranyar, spekulasi yang muncul dari segi religius. Banyak versi berita yang mengaitkan kebencanaan Nepal dengan adzab dari Sang Pencipta.
Gempa Nepal dianggap sebagai Adzab Allah yang ditimpakan di negeri yang minoritas muslim tersebut. Isu-isu mengenai upacara keagamaan dengan ritual pembantaian ribuan hewan untuk persembahan Dewa, marak dipublikasikan untuk mengaitkan dengan musibah yang mereka terima.
Tanpa sadar muslim turut menghujat, mengadili dengan persepsi sendiri. Mendahului pengetahuan akan rencana Tuhan terhadap musibah yang Ia timpakan di negeri yang hanya dihuni 4% pemeluk Islam tersebut.
Dan ini merupakan kesyirikan dalam Islam. Menghujat tanpa menyusuri kebenarannya. Jika mengaku muslim, ajaran islam mengarahkan kita untuk mengecek valid tidaknya suatu berita (Tabayyun).
Isu mengenai pembantaian ribuan hewan tersebut merupakan festival keagamaan di Nepal. Festival ini dinamakan Ghadimai, yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Terakhir pelaksanaannya yakni pada tahun 2009 dan 2014.
Sebagai muslim penyebaran informasi mengenai isu ini dianggap tidak bijak. Sebab, sebagian besar pemberitaan memaparkan bahwa gempa terjadi berselang beberapa hari setelah pembantaian ternak ini. Padahal, kebenarannya, festival keagamaan ini dilaksanakan pada tahun lalu, tepatnya akhir 2014.
Pemberitaan yang mengaitkan musibah gempa Nepal dengan azab Allah ini akan membuat penduduk yang dikategorikan negara non-Islam ini menjadi antipati terhadap Islam.
Apakah ini ajaran Islam? Bukankan Nabi Muhammad SAW saja mengirimkan doa-nya untuk pelaku kesyirikan penduduk thaif yang sudah mengusir beliau secara hina?
Ini juga akan memicu kebencian mereka terhadap islam. Padahal, sikap ini jelas tertuang larangannya dalam kitab suci Al-Quran :
*Marketing Komunikasi Dompet Dhuafa Singgalang
Opini Terkait
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi