Membangun dan Mengelola Apartemen Berbasis Indonesia Multikultural

*Yurnaldi

Jumat, 27 Mei 2016 | Opini
Membangun dan Mengelola Apartemen Berbasis Indonesia Multikultural
Yurnaldi - Penulis

Era teknologi informasi dewasa ini telah membuat masyarakat Indonesia berada dalam "jarak" kultural. Ketika teknologi informasi dalam genggaman, sikap individualistis semakin dominan. Gawai tercanggih memang bisa memenuhi keinginan seseorang akan informasi, berkomunikasi, dan hiburan, tapi tidak bisa memelihara dan merekat rasa kekeluargaan, kebersamaan, silaturahim, dan sikap saling menghargai budaya yang hidup dan tumbuh-kembang dalam bingkai multikultural.

Begitu juga ketika konsep hunian apartemen tumbuh subur bak cendawan tumbuh di berbagai kota besar di Indonesia. Ribuan keluarga bernaung dalam sebuah apartemen, bukan jaminan mereka bisa menjaga silaturahim, saling menghargai budaya yang multikultural, dan saling berkomunikasi dalam iklim keterbukaan informasi.

Faktanya, kehidupan warga penghuni apartemen larut dalam kesibukan masing-masing, penghuninya dominan memelihara ketertutupan, tidak berdialog atau berkomunikasi, bahkan tidak bertegur sapa walau sudah sama-sama berada dalam lift. Kondisi seperti ini bisa jadi menumbuhsuburkan sikap tidak bersahabat, saling curiga, permusuhan, dan kekerasan lintas budaya. Ini tentu saja bisa memicu timbulnya konflik yang menyebabkan desintegrasi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sementara konsep tentang multikultural telah lama mendominasi kehidupan masyarakat kita. Hal ini berkaitan dengan masyarakat Indonesia yang memiliki banyak suku bangsa, agama, dan ras. Atas dasar itulah kita membutuhkan konsep hunian apartemen yang berbasis Indonesia yang multikultural, sesuai dengan semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Masyarakat multikultural di sini lebih dipandang sebagai masyarakat yang memiliki kesederajatan dalam bertindak meski berbeda-beda suku bangsa, ras, maupun agama. Lebih tepatnya masyarakat multikultural tidaklah hanya sebagai konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, akan tetapi menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.

Dalam berkehidupan secara multikultural, manusia secara kodrat diciptakan sebagai makhluk yang dibekali nilai harmoni. Perbedaan yang mewujud baik secara fisik maupun mental. Seringkali perbedaan kebudayaan menciptakan ketegangan hubungan antar anggota masyarakat. Realitas tersebut harus diakui dengan sikap terbuka, logis, dan dewasa karena perbedaan harus kita anggap sebuah rahmat, di mana kemajemukan dapat mengajarkan kita bersikap toleransi, kerjasama, dan berpikir dewasa. Mengakui perbedaan dan kompleksitas dalam masyarakat.

Kemajemukan atau multikultural menjunjung tinggi unsur kebersamaan, kerja sama, selalu hidup berdampingan dengan damai meski terdapat perbedaan. Menghargai hak asasi manusia dan toleransi terhadap perbedaan.Tidak mempersoalkan kelompok minoritas maupun mayoritas. Jika budaya multikultural ini dikelola dengan baik, ia bisa menjadi kekuatan dan keunggulan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa besar dan maju.

Jika di Singapura ada Cairnhill Nine, apartemen dengan konsep building people building community, yang memungkinkan terciptanya keharmonisan antartetangga di apartemen, baik untuk pasangan muda maupun keluarga besar dari berbagai latar belakang dan profesi, maka pengembang di Indonesia menurut hemat saya bisa menerapkan konsep yang lebih unggul dari itu dalam pembangunan apartemen, yakni apartemen berbasiskan multikultural, budaya Indonesia yang beragam.

Cairnhill Nine, Singapore. (sumber foto: http://realestatehub.sg/singapore-property-news/, diunduh 26 Mei 2016)

Dalam konsep multikultural, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia.

Halaman:

*Penulis

Bagikan:
Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Kesenjangan Pelayanan Kanker: Tantangan dan Harapan

Opini - 01 Mei 2024

Oleh: Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Muhammad Fadli.
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

Opini - 08 Maret 2024

Oleh: Dr Hary Efendi Iskandar

Dr. Hary Efendi Iskandar

Benarkah Gerakan Kampus Partisan

Opini - 27 Februari 2024

Oleh: Dr. Hary Efendi Iskandar

Nadia Maharani.

Kejahatan Berbahasa di Dirty Vote

Opini - 13 Februari 2024

Oleh: Nadia Maharani