Membangun dan Mengelola Apartemen Berbasis Indonesia Multikultural
*Yurnaldi
Konsep multikultural bisa diaplikasikan dan diimplementasikan pada elemen-elemen bangunan apartemen. Misalnya motif ukiran dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Saya yakin, generasi muda dan warga yang tumbuh dan besar di lingkungan perkotaan tidak mengenal makna dan filosofi dari motif ukiran yang ada pada budaya berbagai etnik di Indonesia.
Ketika motif ukiran ada pada elemen bangunan apartemen, sebenarnya ia bisa menjadi kekuatan, ciri khas yang unik, sekaligus untuk mengingatkan alam bawah sadar penghuninya, bahwa Indonesia amat kaya dengan motif-motif ukiran dan memiliki makna yang amat dalam.
Sebagai contoh, motif ukiran dari etnik Minangkabau. Bagi yang pernah mencermati bangunan Rumah Gadang di berbagai kota di Sumatera Barat, maka pada bangunannya dipenuhi ukiran yang unik dan khas, di mana nama ukirannya dapat dilihat dari kaitan ukiran dengan kehidupan masyarakat. Nama ukiran melambangkan nilai-nilai kehidupan dalam etnik Minangkabau. Penamaan motif dalam ukiran tak hanya sebatas identitas, melainkan juga memiliki makna harfiah dan makna filosofi yang mengandung ajaran-ajaran adat dan agama Islam.
Contoh ukiran dengan motif kaluak paku. Paku (sejenis tanaman pakis, Gieichonia linearis) sehari-hari dikonsumsi masyarakat Minangkabau sebagai sayur-mayur. Kaluak berarti gelung. Pengertian harfiah yang tersurat dari kaluak paku, berarti gelung tanaman pakis yang memiliki keindahan dan kedinamisan. Arti yang tersirat dari simbol kaluak paku ini menggambarkan sifat kodrati manusia.
Pucuk paku pada awal pertumbuhannya melingkar ke dalam, yang kemudian pada akhirnya tumbuh melingkar ke arah luar. Begitu juga manusia, yang pada tahap awal mengenal dirinya terlebih dahulu sebelum melakukan sosialisasi dan interaksi dengan lingkungannya. Di dalamnya sekaligus tersirat makna pentingnya instrospeksi: bergelung ke dalam lebih dahulu, kemudian baru bergelung ke arah luar. Koreksi kesalahan sendiri, setelah itu baru layak mengoreksi kesalahan orang lain.
Motif ukiran khas Minangkabau (sumber gambar: http://gladtomakeit.blogspot.co.id/2013_07_01_archive.html, diunduh 26 mei 2016)
Orang Minang mengibaratkan realitas kaluak paku ini sebagai sikap masyarakat Minangkabau terhadap generasi penerusnya. Kaluak paku dalam motif seni ukir merupakan pencerminan sikap budaya dalam mendukung pertumbuhan anak, kasih sayang, sekaligus memberikan pendidikan dan kehormatan.
Lain lagi dengan motif aka bapilin (akar berpilin atau akal diputar). Artinya, tindakan orang Minang yang sia-sia saja tak akan ada, harus ada maksud dan tujuan. Setiap gerak gerik ada tujuannya, ada isinya, jangan sampai tak ada gunanya untuk kehidupan individu atau masyarakat. Karena itu, dia tak boleh putus ada, karena manusia sudah dibekali dengan akal dan pikiran guna memikirkan segala sesuatu untuk hidupnya.
Ada ukiran itiak pulang patang, yang menyiratkan makna keteraturan dan kedisiplinan dalam berorganisasi dan bermasyarakat. Tanpa disiplin dan keteraturan, tanpa pemimpin yang diikuti secara bersama, sebuah kelompok masyarakat tentulah akan sulit sampai pada tujuannya.
Selain itu ada hikmah lain dari prilaku itik yang menjadi ajaran filosofi: saat lapar berpencar, setelah kenyang berhimpun. Ketika pagi hari, itik keluar kandang mencari makan sendiri-sendiri. Sore hari setelah kenyang, mereka pulang bersama dalam satu rombongan. Bandingkan dengan kelaziman prilaku manusia pada umumnya: saat kesulitan mencari bantuan kepada komunitasnya. Namun setelah meraih sukses, bantuan komunitas mungkin tidak diperlukan lagi. Bahkan, seringkali manusia menikmati sendiri kesuksesannya tanpa berbagi. Ini bertolak belakang dengan prilaku itik dan tak sesuai dengan karakter orang Minang (Yurnaldi, Kembali Marah Rumah dengan Simbol Etnik, Kompas 20 Maret 2007).
*Penulis
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi