Terancam Gerakan LGBT, Mau Apa Kita?
*Emeraldi Chatra
Dalam menyikapi gerakan (saya senang memasangkan kata gerakan karena memang hakekatnya sesuatu yang digerakan oleh manusia, bukan alamiah-pen) LGBT suka atau tidak kita harus menyimpan sejenak rasa jijik, murka, atau benci yang dapat berujung pada irasionalitas. Berpikir tidak rasional dalam menghadapi gerakan LGBT dapat membuat tensi kita naik dan terjebak dalam tindakan emosional.
Kita harus menghindari kondisi demikian. Jangan sampai irasionalitas mendorong kita melakukan kekerasan terhadap kaum homolesbi (homo + lesbi) karena tidak akan menyelesaikan masalah. Alih-alih menyelesaikan masalah, kita malah dapat dikecam dunia internasional karena dinilai tidak toleran dan diskriminatif.
Peduli terhadap Hak Azasi Manusia (HAM), menurut saya, masih perlu supaya kita tidak jadi makhluk aneh di tataran global. Oleh sebab itu, mereka yang memilih jadi homolesbi karena kesadaran sendiri, cukuplah kita lihat dengan rasa kasihan. Kok sebodoh itu ya?
Kata sebagian pengecam, sapi saja yang kita nilai rendah tidak suka melakukan hubungan seksual sejenis. Lantas, apakah karena merasa manusia dan tidak sama dengan sapi lalu mereka memilih jadi homolesbi? Lha, kalau begitu kita yang hetero ini bagaimana kedudukannya? Apakah mereka menganggap kita sama dengan sapi?
Sudahlah, biarkan saja mereka di jalan yang aneh seperti itu. Toh akibatnya mereka juga yang akan menaggungkan. Mau dapat sifilis, HIV/AIDS, atau penyakit-penyakit lain apa peduli kita? Biar saja mereka menanggungkan akibatnya sendiri. Mereka mirip dengan orang perokok. Tidak akan ada orang lain yang dapat membuat mereka berhenti merokok kecuali diri mereka sendiri.
Dengan berpikir seperti itu, saya sudah menduga, sementara orang akan menyangka saya menerima eksistensi LGBT. Saya akan dituduh liberal, tidak konsisten, dan sebagainya. Lebih gawat lagi nanti muncul pertanyaan, saya sudah dapat bayaran berapa untuk bersikap lunak kepada LGBT?
Sekarang saya tegaskan, saya tidak pernah berpihak pada gerakan LGBT. Bagi saya, gerakan itu sama bahayanya dengan gerakan komunis, bahkan mungkin lebih. Kaum homolesbi itu bagi saya mengerikan, karena sebagian dari mereka benar-benar psikopat. Mereka bisa tidak sekedar membunuh, tapi juga membuat kita jadi sup dan dimakan. Ingat kasus Riyan yang membunuh belasan pacar sejenisnya?
Walaupun merasa ngeri, tidak dapat menerima, kita jangan sampai panik. Jangan pula membuat tindakan yang membuat kita terpojok. Gerakan LGBT itu sudah mengepung kita dengan ranjau-ranjau, terutama ranjau HAM, yang bisa membuat kita mati langkah. Kita harus hati-hati dan tidak boleh kehilangan akal sehat dalam menghadapi mereka.
Sudah ribuan anak bangsa ini berhasil dihomo dan dilesbikan melalui gerakan LGBT. Kita sedih karena mereka tadinya normal, tapi karena olahan agen-agen gerakan LGBT baik fisik maupun ideologis, mereka menjadi tidak normal.
Lebih menyedihkan lagi, tidak sedikit dari mereka yang sebenarnya anak cerdas, bahkan amat cerdas, berpendidikan bagus, gagah dan cantik, dan berasal dari keluarga kelas menengah. Anak-anak muda harapan bangsa itu sengaja dibidik dan dimanipulasi identitas seksualnya karena diperkirakan akan menjadi kelas menengah baru nantinya, sehingga gerakan LGBT akan berjalan lebih mulus.
*Akademisi Unand
Opini Terkait
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi