Pers dan Keterbukaan Informasi Publik
*Adrian Tuswandi
ADA benang merah antara pers dan Keterbukaan Informasi Publik. Dua hal ini diatur oleh UU berbeda, satu UU Pers satunya lagi UU Keterbukaan Informasi Publik. Tapi, filosofi keduanya seperti tebing dengan bambu, mereka saling kait-berkait dan sangat membutuhkan.
Pers adalah corong dari keterbukaan informasi publik, pemberitaan yang diracik oleh wartawan, sangat berandil bagi pemenuhan informasi publik yang digariskan Pasal 28F UUD 1945 yang jadi landasan pula bagi keterbukaan informasi, sebuah keniscayaan.
Tapi di berbagai kesempatan, penulis selalu dihadapkan oleh pertanyaan audiens terkait pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Apalagi pers yang sekadar mengorek informasi publik di badan publik yang tentu membuka aib di badan publik itu, ketika tak diberikan si pejabat publik dituding tidak terbuka dan melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik yakni UU No 14 Tahun 2008.
Dalam jawaban di berbagai forum, penulis mengatakan sah saja pers menuding pejabat publik yang ngeles atau berkilah, terkait pertanyaan wartawan yang mulai mengarah untuk membuka aib yang dilakukan pejabat di institusinya.
Tapi, kalau pejabat publik itu sudah menjalankan amanat tugas berdasarkan UU, asas efesiensi dan efektifitas, semestinya tidak perlu takut menjawab pertanyaan wartawan. Selain itu, si pejabat jangan ngeri pula dituding melanggar UU.
Soalnya, ada berbagai hal yang bisa disampaikan kepada pers, terkait pertanyaan yang menohok itu. Seperti, maaf pak wartawan, informasi yang diminta masuk kategori informasi yang dikecualikan berdasarkan UU 14 Tahun 2008 serta berdasarkan kajian dan analisis institusi kami.
Atau menggunakan UU Pers (UU 40 Tahun 1999) yakni off the record. Jadi, menghadapi pers di era Keterbukaan Informasi Publik, pejabat badan publik harus pintar dan cerdik. Sehingga, tidak perlu lari atau menjadikan UU Keterbukaan Informasi Publik sebagai momok. Kalau benar tidak perlu risih, kalau bekerja sesuai aturan, ngapain tertutup informasi.
Informasi Publik, bagi dunia jurnalistik, adalah roh pemberitaannya. Bagi wartawan, menulis berita tujuannya adalah mulia, yakni untuk memenuhi rasa keingintahuan masyarakat terhadap suatu topik atau peristiwa. Semakin banyak publik tahu bahkan jadi perbincangan atas pemberitaan pers, tentu karya jurnalis itu bisa dikategorikan hebat.
Meski UU Keterbukaan Informasi Publik, beda dengan UU Pers, bahkan dinilai termasuk UU yang akan membelenggu kebebasan pers, karena ada pasal pemidanaan terkait informasi publik yang disalahgunakan, sebenarnya tidak demikian.
Justru informasi kategori wajib dan serta merta, yang tahu pertama itu adalah jurnalis dan menyebarkannya dalam bentuk berita ke publik.
Jadi wartawan juga harus berpegang kepada UU Pers, jangan terjebak oleh berita yang tidak benar atau informasi yang menyesatkan. Cek and ricek serta keberimbangan berita, juga harus tersaji dalam sebuah karya jurnalis, bahkan untuk kekinian berita jurnalis juga harus diperkaya dengan banyak sumber dan tersaji secara grafis.
*Komisioner Komisi Informasi Sumbar
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi