Hikmah Ramadhan: Kisah dan 'Ibrah
*Irsyad Syafar
Sebuah jawaban yang sangat tegas lagi serius dari seorang Nabi, agar kaumnya tersadar bahwa titah Nabi itu tidak main-main. Dan bahwa titah Nabi itu datang dari Allah Yang Maha Tahu lagi Bijaksana.
Seharusnya bani Israil ketika itu harus langsung sadar dan mengeksekusi perintah dari Nabi mereka, untuk menyembelih seekor sapi. Tapi karena watak pembangkang, suka ngeles dan cari-cari alasan sudah terlanjur mengakar dalam diri mereka, justru mereka berkelit kembali.
Mereka bertanya, "Tolong tanya kepada Tuhanmu, agar Dia jelaskan kepada kami tentang sapi tersebut?". Sebuah pertanyaan yang menohok dan sangat kurang ajar. Mereka mengatakan kepada Nabi Musa "Tuhanmu". Seolah-olah Tuhan Nabi Musa bukan tuhan mereka. Dan seolah-olah mereka belum beriman kepada Allah, Tuhannya Nabi Musa.
Akan tetapi Nabi Musa tidak mau terseret dengan penyimpangan kaumnya. Beliau memberi jawaban yang tegas dan jelas. "Sapi yang dimaksud adalah sapi yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Pertengahan antara keduanya. Maka, laksanakanlah perintah Allah kepada kalian ini".
Jawaban ini sebenarnya sudah sangat jelas, tegas dan mudah dipahami untuk dilaksanakan. Bahkan dilengkapi dengan ungkapan "laksanakan" perintah Allah kepada kalian. Intruksi yang sangat gamblang. Mereka sudah bisa menyembelih sapi apapun yang penting pertengahan. Sehingga melepaskan kewajiban dan terbebas dari kerumitan serta keruwetan.
Akan tetapi, dasar bani Israil tetap bani Israil. Terlalu sering mereka "mbalelo" terhadap Nabi dan Rasul Allah. Mereka bertanya lagi, "Tanyakan kepada Tuhanmu, tolong jelaskan, sapi itu apa warnanya?". Sekali lagi mereka tak menganggap Tuhan Nabi Musa sebagai tuhan mereka.
Maka, tidak dapat tidak, permintaan ini mengakibatkan jawaban yang rinci. Allah memberikan jawaban: "Sapinya adalah sapi betina yang berwarna kuning, tua warnanya, yang menyenangkan orang yang memandangnya."
Rincian kriteria sapi ini telah membuat mereka menjadi sangat sulit dan susah. Apalagi dengan tambahan kriteria "menyenangkan" orang yang melihatnya. Tentulah sapinya sangat sehat, tidak ada cacat, tidak kurus, berisi lagi kekar dan "tongkrongannya" meyakinkan.
Sampai di sini harusnya sudah langsung mereka eksekusi. Tapi lagi-lagi perangai buruk bani Israil ini menjadi-jadi. Mereka persulit diri mereka sendiri, maka Allah lebih mempersulit. Mereka cari-cari dalih untuk bertanya lagi:
"Kriteria sapi itu masih belum jelas bagi kami, tolong tanyakan kepada Tuhanmu, agar Dia jelaskan seperti apa sapi tersebut?" Lalu mereka hibur diri mereka dengan harapan: "Mudah-mudahan kami mendapat petunjuk."
Jawaban Allah berikutnya tentu akan semakin mempersulit dan menambah beban mereka. Sebab, kriterianya semakin bertambah. Allah menjelaskan: "Sapi betina tersebut adalah sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak untuk mengairi ladang, sehat dan tanpa belang sama sekali."
*Pendidik di PIAR
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi