Refleksi 13 Tahun Tsunami Aceh untuk Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat

*Rahmat Triyono, ST. Dipl. Seis, MSc

Rabu, 27 Desember 2017 | Opini
Refleksi 13 Tahun Tsunami Aceh untuk Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat
Rahmat Triyono, ST. Dipl. Seis, MSc - Kepala Stasiun Geofisika Silaing Bawah Padangpanjang
VISI MISI CALON GUBERNUR SUMBAR PILKADA SERENTAK 2024

Beberapa hari kemudian gempabumi dengan kekuatan 7,3 SR mengguncang wilayah China, dan dilaporkan sebanyak 2000 orang tewas, dimana apabila evakuasi tidak dilakukan, paling tidak korban jiwa akan mencapai 150 ribu orang lebih. Prediksi tersebut merupakan prediksi yang paling sukses yang pernah dikeluarkan, namun kemudian gempa-gempa yang diprediksi selanjutnya tidak akurat.

Seperti yang diketahui bersama, beberapa pakar gempabumi memprediksi akan terjadi gempabumi di Megathrust Mentawai kekuatannya diperkirakan antara 8,8-8,9 SR dimana Megathrust terbentang di pantai barat Sumatera mulai Andaman, Aceh, Nias, sampai Selat Sunda, Jawa, Bali, hingga Lombok.

Prediksi gempabumi tersebut diperkirakan bisa memicu tsunami sampai 10 meter. Jika terjadi di Mentawai, tsunami bisa menjangkau daratan Padang sampai sejauh 2 kilometer dan di sungai 5 kilometer.

Terlepas benar atau tidaknya prediksi tersebut, diharapkan agar masyarakat Sumatera Barat agar tetap waspada dan siapsiaga akan ancaman gempabumi dan tsunami tersebut karena wilayah Sumatera Barat memang daerah yang rawan terhadap gempabumi dan tsunami.

Belajar dari pengalaman masyarakat Simeleu, pada kejadian tsunami Aceh 2004, Pulau Simeleu, yang berada di tengah-tengah Samudera Hindia, dimana pulau tersebut merupakan wilayah yang dekat dengan pusat gempabumi dan juga tentunya gelombang tsunami yang menerjang akan lebih besar.

Namun, pada Pulau Simeleu hanya memakan korban jiwa yang sangat sedikit, sekitar enam orang, walaupun bangunan-bangunan hancur, dibandingkan dengan wilayah lainnya yang letaknya lebih jauh dari pusat gempabumi namun memakan korban jiwa yang sangat banyak.

Hal tersebut dikarenakan adanya kearifan lokal yang unik dalam menghadapi tsunami, yaitu Smong. Smong merupakan tutur cerita yang didendangkan dalam bentuk syair yang berisikan gejala-gejala alam yang bisa mendatangkan tsunami. Smong merupakan pengalaman kejadian gempabumi dan tsunami pada tahun 1907.

Dimana, Smong telah menyelamatkan ribuan masyarakat pulau Simeleu akibat kejadian tsunami Aceh. Dari masyarakat Simeleu kita semua bisa mengerti, bahwa pada saat kejadian tsunami Aceh, dimana Indonesia belum mempunyai sistem peringatan dini tsunami, namun dengan adanya kesadaran dan kepedulian masyarakat serta kearifan lokal yang ada tersebut dapat mengurangi korban jiwa yang diakibatkan oleh bencana alam.

Juga pada gempabumi Mentawai pada tahun 2010, dimana tsunami yang terjadi hanya berselang 5-10 menit dari gempabumi yang terjadi, dan letak pulau Pagai Selatan yang mirip dengan lokasi pulau Simeleu, merupakan pulau yang paling awal dilalui gempabumi dan tsunami.

Di Kepulauan Mentawai sistem peringatan dini berupa sirine untuk evakuasi apabila terjadi tsunami kurang bermanfaat, karena waktu tiba gelombang tsunami akan bersamaan dengan wakru warning yang dikeluarkan bahkan kemungkinan datangnya tsunami lebih cepat dari warning tsunaminya.

Diharapkan masyarakat Sumatera Barat, khusunya di pulau-pulau bagian luar Sumatera Barat, yang termasuk pada gugusan Kepulauan Mentawai, yaitu pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara, Pagai Selatan, dapat lebih mempunyai kesadaran, kepedulian dan tidak meninggalkan kearifan lokal yang sudah tertanam di wilayah Sumatera Barat.

Halaman:

*Kepala Stasiun Geofisika Silaing Bawah Padangpanjang

Bagikan:
IKLAN NOMOR URUT CALON WALI KOTA DAN WAKIL WALI KOTA PADANG 2024
Erison A.W.

Dr Rasidin Diangkat jadi Wali Kota

Opini - 16 Agustus 2024

Oleh: Erison A.W.

Hamriadi S.Sos ST

Putra Daerah di Pusaran Pilkada Bukittinggi

Opini - 16 Juli 2024

Oleh: Hamriadi S.Sos ST

Dosen FISIP Unand.

UKT Mahal, Tak Usah Kuliah

Opini - 20 Mei 2024

Oleh: Dr Emeraldy Chatra